Tok! Hakim Tolak Permohonan Praperadilan Rektor Unud, GPS: Berefek Domino
Denpasar – Putusan Hakim PN Denpasar menolak semua permohonan praperadilan yang diajukan Rektor Universitas Udayana (Unud) Prof Nyoman Gde Antara atas penetapan tersangka dan pencekalan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati Bali) dalam kasus dugaan korupsi dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) jalur mandiri Unud ditanggapi Tim Hukum Unud. Mereka menilai putusan ini menjadi preseden buruk dan akan berefek domino kepada perguruan tinggi negeri lainnya di Indonesia.
“Menolak permohonan pemohon (Prof. Antara-red) untuk seluruhnya. Dua, menghukum pemohon untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini sebesar nihil,” tandas hakim tunggal Agus Akhyudi di ruang sidang Cakra, Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Selasa (2/5/2023).
Atas putusan itu, Tim Kuasa Hukum Unud Gede Pasek Suardika (GPS) menekankan pasca-putusan penolakan praperadilan Rektor Unud ini tentu seluruh perguruan tinggi negeri di Indonesia bisa diperlakukan sama karena modelnya sama.
“Kalau memang seperti ini konsepnya, kita uji di pokok perkara. Artinya ke depan, orang boleh ditersangkakan dulu, nanti kerugian dicarikan belakangan,” singgung Pasek Suardika.
Dengan keputusan ini lanjutnya, paling tidak publik sudah punya pandangan bahwa Rektor Unud dipersangkakan dalam kasus korupsi yang katanya kerugiannya berbeda beda.
“Faktanya belum ada audit hasil perhitungan kerugian keuangan negara. Namun ini menurut hakim, tidak masalah,” cetus Pasek Suardika.
Selanjutnya imbuhnya, untuk kasus korupsi, ia khawatir orang bisa ditersangkakan terlebih dahulu kemudian alat bukti kerugian dapat dicari belakangan.
“Tentu hal itu bisa menjadi efek domino ke berbagai instansi dan lembaga. Untuk PTN karena SPI ini berlaku di Satker, BLU maupun PTN BH, tentu ini bisa linier semua,” sentil Pasek Suardika.
Selaku pihak kuasa hukum pemohon menyampaikan, mau tidak mau, akan lanjut “bertarung” di materi pokok perkara.
“Nanti kita ngomong di pokok perkara. Misalnya kalau dikatakan 330 miliar lebih potensi kerugian perekonomian negara, gimana hitungnya. Kalau ada 105 miliar ada kerugian infrastruktur bagaimana buktinya, ini akan kita tunggu pembuktiannya,” bebernya.
Meski hasil keputusan praperadilan ditolak, Pasek Suardika mengaku sebenarnya masih ada ruang untuk pintu SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan-red), karena hasil audit belum keluar. Begitu setelah audit keluar, ternyata tidak ada kerugian negara, bisa saja SP3. “Tim hukum Unud menyampaikan, suka tidak suka mau tidak mau, maka memang masuk ke pokok perkara, kalau berkasnya dilanjutkan,” terangnya.
Ditegaskan Pasek Suardika, putusan pengadilan ini adalah salah satu cara untuk menguji proses penegakan hukum. Hakim berpendapat bahwa, secara formil sudah terpenuhi, namun secara materiil masih belum. Pihaknya meyakini dengan munculnya putusan MK no 25 tahun 2016, itu kerugian negara harus muncul dulu, baru orang itu bisa ditersangkakan.
Tim Kuasa Hukum Unud lainnya, Nyoman Sukandia menyampaikan akan tetap berjuang nanti di pokok perkara. Dengan putusan ini ia menganalogikan seseorang dengan gampang saja ditersangkakan dahulu sementara urusan lainnya diatur belakangan.
Padahal menurutnya pada sidang sebelumnya, pihak saksi ahli telah menegaskan kalau penetapan tersangka harus dilengkapi dengan hasil audit kerugian keuangan negara dari BPK (Badan Pemeriksa Keuangan).
“Saya masih berharap mudah-mudahan kejaksaan melakukan ekspos sendiri berdasarkan hasil auditnya. Kalau nanti hasil audit sama dengan BPK, silahkan,” ungkap Nyoman Sukandia seraya mengatakan tetap menghormati putusan hakim.
Pihaknya akan tetap menunggu kelanjutan nanti dan tetap yakin terhadap pernyataan dari saksi-saksi ahli yang berkompeten dari universitas ternama dan kredibel bahwa penetapan tersangka Rektor Unud Prof Antara tidak sah karena terlebih dahulu harus dibuktikan yakni ada hasil audit kerugian keuangan negara.
Di tempat terpisah, Aspidsus Kejati Bali Agus Eko Purnomo usai pembacaan putusan praperadilan menyatakan dengan putusan Hakim Praperadilan pada PN Denpasar akan menguatkan timnya melanjutkan proses hukum berikutnya. Ia menegaskan Kejati Bali selalu melaksanakan tugas secara profesional dan proporsional.
“Ini telah menguatkan bahwa kami telah melaksanakan proses hukum sesuai SOP dan sebagaimana diatur dalam KUHAP. Kami harap hal ini menegaskan kembali dan membantah opini miring selama ini apa yang dilakukan Penyidik Kejati Bali adalah pesanan oknum dan subyektif,” pungkasnya kepada awak media yang menemuinya.
Reporter: Arya Adikara
Editor: Ngurah Dibia
Tinggalkan Balasan