Denpasar – Dilema bendesa adat nyaleg (mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif) tengah diperbincangkan hangat di masyarakat menjelang perhelatan demokrasi yang akan tiba pada tahun 2024 mendatang.

Menyikapi polemik tersebut, Petajuh (Wakil Ketua) Bendesa Agung Bidang Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia, Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali, Dr. Made Wena menegaskan, sepanjang memenuhi syarat dalam Undang-Undang maka siapa saja dapat mengajukan diri sebagai calon legislatif.

“Tidak ada larangan bagi setiap orang yang meskipun menjadi bendesa atau kelihan adat atau sebutan lain desa adat untuk menjadi caleg,” ungkap Dr Wena saat diwawancarai wacanabali.com via telepon, Minggu (7/5/2023).

Pihaknya turut menerangkan, desa adat memiliki hak otonom untuk mengatur dirinya masing-masing. Namun, sebagai sebagai kesatuan masyarakat hukum adat Bali, MDA juga memiliki kewenangan untuk mengatur sepanjang menyangkut konteks Bali mawecara (norma adat istiadat)

Baca Juga  Gas Subsidi Langka di Bali, Polisi Curigai ada Penimbun

MDA disebutkan telah mewajibkan setiap desa adat membentuk pararem (keputusan adat) dengan memperhatikan setiap bendesa/kelihan desa untuk tidak terlibat sebagai pengurus partai politik termasuk juga caleg.

“Syarat penting sebagaimana diputuskan dalam Pasamuhan Agung MDA Bali No.12 Tahun 2021 adalah syarat yang dapat dipertimbangkan oleh desa adat masing-masing, bukan merupakan syarat wajib,” tandasnya.

Kendati demikian, Dr Wena turut menjelaskan, hal tersebut tentu berlaku berbeda dengan pengurus MDA di setiap tingkatan.

“Bahwa AD dan ART majelis sudah tegas mengatur bahwa prajuru majelis tidak boleh menjadi anggota parpol sehingga otomatis jika ada prajuru MDA yg menjadi caleg maka wajib mengundurkan diri,” pungkasnya.

Reporter: Komang Ari

Baca Juga  Dukung Demo Sopir di Jawa Timur, GAPIBA Sebarkan Brosur Pintu Masuk Bali

Editor: Ngurah Dibia