Denpasar – Bendesa Madya Majelis Desa Adat (MDA) Denpasar, AA Ketut Sudiana mengatakan bendesa adat hanya dilarang menjadi anggota dan atau pengurus partai terlarang sesuai ketentuan Pasal 29 dan 32 Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali.

Pernyataan tersebut disampaikan terkait kisruh adanya bendesa adat yang hendak ikut mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif (nyaleg) pada pemilu serentak tahun 2024.

AA Ketut Sudiana menjelaskan, ditinjau dari kedudukan hukum, bendesa dan prajuru desa adat bukan sebagai perangkat penyelenggara pemerintahan desa yang berada di bawah sistem pemerintahan negara. 

“Maka, dalam hal melakukan pencalonan anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, dan atau DPD-RI, Pilkada, bendesa tidak wajib mengundurkan diri,” katanya kepada wacanabali.com melalui telepon, Selasa (9/5/2023) 

Baca Juga  TKN Prabowo-Gibran Sebut Program Makan Siang Gratis Dorong Kesejahteraan di 76 Negara

Lebih lanjut, AA Ketut Sudiana menegaskan, meskipun dalam SE MDA Bali No.006/SE/MDA-Prov Bali/2020, dan Keputusan Pasamuhan Agung II MDA Bali No.12/KEP-PSM.II/MDA-BALI/X/2021  mengatur agar bendesa adat tidak merangkap sebagai pengurus politik, namun dalam penormaannya, hal tersebut tidak sesuai dengan Perda Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 pada Pasal 32 yang menyatakan prajuru desa adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) huruf (e), dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang. 

“Sehingga, kedudukan hukum SE dan Keputusan MDA Bali tersebut derajat hukumnya hanya sebagai beschikking rechts yang tidak dapat diberlakukan untuk mengikat yang bersifat co-eksistensi,” katanya.

 

Reporter: Komang Ari
Editor: Ady Irawan

Baca Juga  Salah Satu "Jokowisme" di Bali Pindah Haluan, Dukung Ganjar - Mahfud di Pilpres 2024