Denpasar – Adanya informasi terkait rencana penertiban (sweeping) keberadaan vila-vila liar tak berizin alias “bodong” di sejumlah wilayah di Bali, oleh Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Badung bekerja sama dengan Dinas Pariwisata (Dispar) Provinsi Bali dan stakeholder (pengampu kebijakan) terkait, diharapkan tidak hanya menjadi isapan jempol semata.

Sikap tegas PHRI Badung bersama Dispar Bali dan sejumlah pihak seperti, Kepolisian, Imigrasi, Satpol PP, dan Asosiasi Pariwisata lainnya, yang tergabung dalam Satuan Tugas (Satgas) Pariwisata Bali untuk menindak tegas vila bodong, menjadi hal sangat dinantikan oleh masyarakat, di mana keberadaannya dinilai memberikan dampak buruk terhadap masa depan industri pariwisata Bali.

“Benar adanya. Kami (Satgas, red) memang sedang merencanakan untuk melakukan sweeping vila-vila bodong. Terkait kapan akan dilaksanakan, kami belum bisa pastikan,” ucap Ketua PHRI Badung, I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya, saat dikonfirmasi langsung oleh wartawan wacanabali.com melalui telepon, pada Rabu (28/6/23).

Lebih lanjut dirinya menyebut, nantinya Satgas akan terjun langsung untuk menyisir keberadaan vila ilegal, khususnya di wilayah Kabupaten Badung. Bali Selatan menjadi sasaran utamanya, yakni wilayah Canggu, Berawa, Pererenan, hingga Kuta Selatan, seperti Uluwatu dan Pecatu.

Baca Juga  Usai Disidak Dewan, Usaha Tambak Akhirnya Disegel Pol PP

Nantinya Satgas juga akan melakukan penertiban dengan mendata lokasi-lokasi yang diduga banyak terdapat vila ilegal atau guest house “bodong”. Jika ditemukan, Satgas akan langsung memberikan teguran tertulis berupa Surat Peringatan (SP) hingga penegakan hukum, sesuai bentuk implementasi dari Surat Edaran (SE) Gubernur nomor 4 tahun 2023.

“Bukannya apa-apa, ini penting. Agar mereka (vila bodong, red) ini tertib ikut aturan berlaku. Jangan sampai keberadaan vila tanpa lisensi ini justru mencoreng citra pariwisata Bali. Nantinya kita juga akan mendorong pemilik agar melegalkan bisnis mereka, serta berizin ke pemerintah setempat,” tegasnya.

Ia menjabarkan, 30% persen vila tak berizin sebagian besar berada di wilayah Bali Selatan. Terkait angka pasti pihaknya belum bisa menyebutkan, karena masih ditemukan perbedaan data yang dimiliki Dinas Perizinan dengan fakta di lapangan. Permasalahan ini semakin membuat masyarakat resah, diduga kebanyakan wisatawan mancanegara (wisman) ‘nakal’ justru tinggal di vila-vila ilegal ini melakukan pelanggaran-pelanggaran hingga indikasi adanya tindakan kriminal seperti penyalahgunaan narkoba.

Baca Juga  Vila 'Bodong' Milik WNA Diduga Difasilitasi Oknum Pejabat

“Wisman banyak yang menginap di situ dan itu tidak dikenakan pajak hotel dan restoran, sehingga ini merugikan Bali. Saya mengira bisnis ilegal ini semakin marak, karena lemahnya pengawasan. Jadi penting sekali peran desa adat untuk mengawasi keberadaannya,” tutupnya.

Mengakhiri sesi diskusinya, Rai Suryawijaya berharap 1.493 desa adat se-Bali bisa terlibat secara langsung, berkoordinasi dengan Satgas Pariwisata melakukan pengawasan terhadap adanya indikasi keberadaan vila-vila tak berizin di wilayah masing-masing.

Tidak ada Pariwisata Berkualitas tanpa Legalitas

Sementara itu, adanya rencana penertiban keberadaan vila tanpa izin oleh Satgas disambut positif oleh salah satu tokoh masyarakat Bali, Anak Agung Gede Agung Aryawan (Gung De). Dirinya menyebut, rencana tersebut jangan hanya sekadar wacana dan harus segera direalisasikan.

Baca Juga  DPRD Bali Soroti Maraknya Vila "Bodong" Langgar Jalur Hijau

“Intinya rencana itu baik, harus segera direalisasikan. Pemprov harus tegas jangan tutup mata, penertiban harus dilakukan secara mendalam. Jangan bicara pariwisata berkualifikasi, jika legalitas akomodasi wisata masih bodong. Vila “bodong” sumber pariwisata Bali murah, pelan-pelan menghancurkan,” kata Gungde kepada wacanabali.com, pada Rabu (28/6/2023).

Dirinya menyebut, soal regulasi agar Pemprov tidak terkesan justru melakukan pembiaran. Ia menekankan, lebih maksimal dan lurus dalam upaya penegakan hukum (law enforcement, red) dan segera melakukan penertiban.

“Kejahatan sebagian besar bermarkas di vila tak berizin. Sejarah mencatat, ada seratus lima puluh sembilan wisman di deportasi, bisa cek di mana mereka menginap? Sebagian besar di situ,” tengara Gungde.

Pria juga akrab disapa Gungde Pemogan ini menambahkan, maraknya keberadaan vila “bodong” akan berdampak pada berkurangnya jalur hijau atau Ruang Terbuka Hijau (RTH) terutama di wilayah Badung dan juga daerah lain di Bali.

Reporter: Krisna Putra

Editor: Ngurah Dibia