Windra: Krama Ungasan ingin Pemimpin Hasil Demokrasi
Denpasar – Pemilihan Bandesa Adat Ungasan (kepala desa adat) yang mengalami deadlock alias jalan buntu, membuat krama-nya (warga adat) menggeruduk kantor Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali untuk meminta penjelasan dan jalan keluar atas masalah yang ada.
Salah satu perwakilan krama Ungasan, Made Windra menyebut kekisruhan ini terjadi lantaran ada pasal dalam pararem (peraturan adat, red) yang dihilangkan oleh panitia pemilihan. Ia juga menegaskan tidak ingin pemilihan dilakukan dengan tidak demokratis.
“Jadi ada pasal dihilangkan oleh panitia pemilihan, kami sebagai warga tidak terima hal tersebut karena kami (krama Ungasan, red) tidak ingin memiliki pemimpin, terpilih bukan dari hasil demokrasi,” ungkapnya di Denpasar, Rabu (28/6/23).
Dijelaskan bahwa pasal yang dihilangkan adalah pasal 19 poin 7 dan 8, dihilangkan oleh panitia pemilihan Bandesa Adat Ungasan.
“Panitia di sini menghilangkan pasal dalam pararem yaitu pasal 19 poin 7 dan 8 ini dihilangkan, poin 7 berbunyi, jika musyawarah mufakat tidak ditemui, maka pemilihan harus melalui paswaran krama (pemilihan langsung oleh warga),” tegasnya.
Windra menambahkan alasan warga menggeruduk kantor MDA Provinsi Bali untuk meminta kejelasan, karena sudah terjadi rapat pada tanggal 18 Juni 2023 namun tidak membuahkan hasil.
“Rapat yang berakhir deadlock tersebut seharusnya dilanjutkan ke pemilihan secara langsung namun panitia tidak berani mengambil keputusan karena mengacu pada pararem yang disahkan oleh MDA,” imbuhnya.
Windra berharap agar pararem yang pasalnya dihilangkan agar dikembalikan, sehingga pemilihan bisa dilaksanakan ke tahapan berikutnya yaitu pemilihan langsung.
“Sebenarnya pemilihan ini sudah memasuki tahapan akhir seharusnya pada tanggal 25 (Juni 2023) sudah selesai tetapi karena ada kasus seperti ini maka tertunda,” tandasnya.
Reporter: Dewa Fathur
Editor: Ady Irawan
Tinggalkan Balasan