Polemik Penutupan Gunung, Gus Wah: Pantai dan Gunung Sama Sucinya
Denpasar – Menanggapi polemik penutupan gunung dari aktivitas pendakian yang diwacanakan Gubernur Bali Wayan Koster belum lama ini, Ketua Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) Kota Denpasar I Gusti Putu Mahardika (Gus Wah), menyampaikan bahwa gunung dan laut memiliki tingkat kesucian yang sama.
“Kalau dilihat dari spirit rohaninya atau spirit spritualnya, gunung dan laut adalah dualitas yang tidak bisa dipisahkan. Makanya kita mengenal di Bali istilah nyegara gunung,” jelasnya.
Menurut Gus Wah, dalam pandangan khususnya umat Hindu, laut adalah salah satu kawasan yang patut disucikan.
“Sama halnya pandangan saya terhadap gunung, laut pun harus ada regulasi tegas serta penegakan hukum yang adil dalam aktivitas yang memanfaatkan laut seperti restoran dan klub,” singgungnya kepada wacanabali.com Kamis, (29/6/23).
Dirinya juga mempertanyakan, apakah selama ini tempat wisata seperti beach club dan restoran di tepi pantai sudah memenuhi regulasi atau belum.
“Tidak masalah tapi regulasi yang sudah mengatur tata kelola ruang itu harus ditegakkan, bukan dibayar. Hari ini saya melihat cukup banyak restoran dan klub yang sangat dekat dengan pantai. Apakah hal itu sudah dipastikan tidak melewati batas sempadan pantai?” tanya pentolan KMHDI Denpasar tersebut.
Ia juga menjelaskan bahwa keputusan tersebut harus dikaji ulang karena gunung menjadi salah satu destinasi wisata favorit bagi wisatawan.
“Masih perlu dikaji lagi, belum tepat karena keputusan ini akan memberikan efek domino kepada pariwisata Bali yang baru saja pulih, karena gunung jadi salah satu destinasi tujuan dari wisatawan ke Bali,” tegasnya.
Gus Wah berharap semoga kedepannya pemangku kebijakan mengkaji secara matang, isu yang dilemparkan ke publik karena respon dari masyarakat beragam dalam menyikapi isu.
“Apapun bentuk kebijakannya, kaji dulu lebih mendalam, jangan grasa-grusu melempar sebuah isu ke publik, karena kita belum tahu efek dari informasi berita itu pengaruhnya seperti apa. Semoga segala bentuk kebijakan yang diundangkan nanti dapat memenuhi asas kemanfaatan, keadilan, dan kepastian hukum,” tandasnya.
Dikonfirmasi terpisah sebelumnya Ketua Organisasi Kaderisasi Keanggotaan (OKK) Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Bali Ketut Ridet menyampaikan keberatannya prihal aturan yang melarang wisatawan mendaki di 22 gunung di Bali.
“Kalau berbicara membahas kawasan suci semua sepakat, tetapi semua harus adil. Kita sepakat untuk menjaga kawasan suci semestinya masyarakat serta pelaku di bidang itu harus diajak bicara lebih dulu,” ucapnya di Denpasar Selasa, (20/6/23).
Wisata murah di era sekarang adalah wisata ke alam, jangan sampai menutup pendakian secara menyeluruh dikarenakan oknum wisatawan nyeleneh.
“Ada banyak cara untuk meminimalisir hal tersebut seperti melakukan sosialisasi serta membangun tim gabungan yang mengawasi hal tersebut. Jika ada rayap rumahnya jangan dibakar dong pikirkan cara lain,” sentilnya.
Ditambahkan bahwa ada banyak masyarakat menggantungkan hidupnya dari wisata di sekitaran gunung. Jika ini diteruskan imbuhnya, bagaimana cara mereka menyambung hidup.
“Berbicara wisata ke gunung ini ada banyak pihak yang menggantungkan hidupnya, seperti para pemandu, para pedagang di sekitar sana serta agen wisata di sana mereka mau makan apa,” tutup politisi partai berlogo bintang mercy tersebut.
Diberitakan sebelumnya Gubernur Bali Wayan Koster berencana menutup 22 gunung di Bali dari aktivitas pendakian. Alasan dari keluarnya keputusan ini, karena banyak kejadian terutama Warga Negara Asing (WNA) berprilaku tak pantas ketika berada di puncak gunung.
Pasalnya di puncak, lereng, dan di bawah gunung banyak terdapat tempat persembahyangan untuk umat Hindu, bahkan pura-pura yang besar seperti Pura Agung Besakih, Pura Batukaru, dan Pura Kahyangan Jagat lainnya.
Perbuatan oknum WNA yang tak pantas tersebut menurut Gubernur Koster dianggap membuat kesucian gunung yang sangat dihormati umat Hindu di Bali menjadi ternoda.
Terkait pemandu gunung yang dikhawatirkan akan kehilangan penghasilan dari pelarangan tersebut, Gubernur Koster menjanjikan mereka dijadikan tenaga kontrak untuk menjaga kawasan hutan.
Reporter: Dewa Fathur
Editor: Ngurah Dibia

Tinggalkan Balasan