Denpasar – Biaya upakara (upacara) yang rutin dilakukan oleh masyarakat Bali diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam penyusunan upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK).

“Kalau aturan memperbolehkan (biaya upakara sebagai pertimbangan penyusunan UMP/UMK, red) kami tentu akan mendukung dan mendorong itu,” kata Ketua PHDI Bali I Nyoman Kenak ditemui di Kantor PHDI Bali, Denpasar, Senin (10/7/23).

Menurut Nyoman Kenak menjalankan rutinitas upacara seperti menghaturkan sesajen atau mebanten saiban dan canang sari merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh masyarakat Hindu di Bali sebagai wujud rasa syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa).

Lebih jauh dijelaskan bahwa umat Hindu tidak pernah merasa terbebani atas pembiayaan upacara tersebut. Bahkan menurutnya melalui aktivitas upacara tersebut justru memberikan perputaran ekonomi yang signifikan di Bali.

Baca Juga  Benarkah BTID Langgar Radius Suci Pura Sakenan?

“Semisalnya dalam melaksanakan upacara kan kita membeli buah, membeli busung (janur) membeli bunga. Ataupun membeli canang di pedagang. Nah semua itu kan ada perputaran ekonomi,” terangnya.

Kendati demikian, menurutnya upaya untuk mendorong agar biaya upakara dijadikan pertimbangan dalam penyusunan UMP/UMK memang ideal diterapkan.

Hal ini lantaran menurutnya melalui aktivitas upakara yang sering dilakukan oleh masyarakat Bali secara tidak langsung telah mendorong kunjungan wisatawan datang ke Bali.

“Wisatawan datang ke Bali itu karena dia melihat budaya dan adat Bali. Bukan budaya dan adat Bali untuk wisatawan,” ujarnya.

Untuk itu menurutnya, seharusnya ada semacam kompensasi yang diberikan kepada masyarakat Bali yang telah menjaga budayanya. Salah satu bentuknya adalah menjadikan biaya upakara sebagai pertimbangan menyusun UMP/UMK.

Baca Juga  Salah Kaprah, Ini Makna Sugihan Jawa dan Bali

“Nah itu agar biaya upakara dijadikan pertimbangan untuk menyusun upah minimal,” tandasnya.

Namun untuk menentukan berapa nominalnya, menurutnya diperlukan kajian yang lebih mendalam dan detail dengan melihat kondisi-kondisi masyarakat.

Reporter: Agus Pebriana
Editor: Ady Irawan