Waspada Praktik “Mafia Tanah” Terstruktur, Masyarakat Bali Diminta Hati-Hati Bertransaksi
Denpasar – Salah satu Praktisi Hukum Bali, I Gusti Ngurah Putu Alit Putra, SH, mengimbau masyarakat Bali khususnya, untuk selalu berhati-hati dalam melakukan proses transaksi jual-beli obyek berupa tanah, mengingat beberapa waktu belakangan ini banyak ditemukan adanya indikasi praktik “mafia tanah” terstruktur, di sejumlah kasus sengketa yang ditanganinya.
“Kita memang alami juga sejumlah kasus, terkait jual-beli tanah yang prosesnya belum lunas. Pelaku (mafia tanah, red) ini biasanya memanfaatkan perjanjian Notaris, locus delicti (lokasi sengketa, red) dan tempus delicti (waktu kejadian, red) nya benar-benar disesuaikan. Jadi mereka betul-betul merangkai peristiwa itu seolah-olah jual-beli itu terjadi lunas, terstruktur lah, bahkan ada yang kerjasama dengan oknum Notaris terlihat resmi, dan ini harus di waspadai,” jelas pria yang akrab disapa Jik Alit ini kepada wacanabali.com, di Renon, Denpasar, Jumat (14/7/23).
Lebih lanjut Ngurah Alit memaparkan, ada beberapa penyebab maraknya praktik mafia tanah di Bali, meningkatnya permintaan atas kepemilikan tanah namun ketersediaan tanah di Bali yang terbatas, salah satu pemicu timbulnya peran mafia tanah bermain, sehingga membuat kasus sengketa tanah semakin meningkat.
Banyak modus dipergunakan sindikat mafia tanah terstruktur ini, di antaranya pemalsuan dokumen, pendudukan ilegal atau tanpa hak, mencari legalitas di pengadilan, rekayasa perkara, kolusi dengan oknum aparat pertanahan dan motif lainnya yang sistematis, jaringannya juga didukung pendanaan besar, agar dapat menguasai lahan korbannya secara ilegal.
“Mereka (mafia tanah, red) ini motifnya banyak, tapi di Bali kalau jeli membaca kasus bisa terbaca. Secara umum itu biasanya praktiknya mengklaim kepemilikan orang dengan bermacam-macam dalih, punya pipil (surat tanda pembayaran pajak sebelum tahun 1960, red) dan sebagainya. Tapi kalau kita kaji lagi, praktik ini banyak sekali unsur pidananya. Jadi, untuk masyarakat yang benar-benar ingin melakukan transaksi dan masih awam soal pertanahan, agar berhati-hati, atau bisa minta pendampingan secara khusus kepada pihak yang mengerti tentang urusan pertanahan ini,” paparnya.
Mengakhiri sesi wawancara, Ngurah Alit kembali menegaskan, agar masyarakat Bali lebih hati-hati saat akan menjual atau membeli tanah, di mana keberadaan jaringan mafia tanah semakin masif, sehingga masyarakat harus lebih waspada.
“Khususnya di Bali, jika masyarakat memang memiliki SHM sah, pastikan lahannya benar-benar dikuasai. Dijaga, seperti ditembok atau yang lainnya, supaya tidak ada pihak-pihak lain mengklaim. Dokumen-dokumen yang dimiliki dijaga baik-baik,” pungkas Jik Alit.
Reporter: Krisna Putra
Editor: Ngurah Dibia

Tinggalkan Balasan