Suarakan Darurat Perkawinan Anak, Gede Sudarma: Kami sering Dianggap ‘Ngurusin Pisaga’
Karangasem – Kasus perkawinan usia anak menjadi salah satu persoalan yang kian mengkhawatirkan di Bali.
Menurut keterangan Tenaga Pendidik di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Ekoturin Gede Sudarma, Desa Ban yang terletak di Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem menjadi salah satu daerah yang rawan terhadap angka perkawinan usia anak.
Ia menuturkan, tak sedikit masyarakat menganggap perkawinan pada seseorang yang berusia di bawah 19 tahun adalah hal yang lumrah. Sehingga, tidak mudah menghadapi normalisasi masyarakat terhadap kasus tersebut.
“Saya meminta anak-anak (siswa PKBM Ekoturin, red) mendekati pemimpin-pemimpin desa untuk mempermudah pembuatan pararem (keputusan desa adat, red) terkait perkawinan anak. Sayangnya, masih ada juga perangkat desa yang menolak,” ujarnya kepada wacanabali.com, Minggu (16/7/23).
Sudarma mengaku, tak jarang mendapatkan cemooh dari masyarakat ketika menyuarakan isu terkait perkawinan anak.
“Saat melakukan survei, kami diejek, ngapain ngurusin pisaga (tetangga, red),” sambungnya.
Dikonfirmasi secara terpisah, Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Denpasar Luh Putu Anggreni sekaligus salah satu perumus pararem terkait perkawinan anak di Desa Ban menyebutkan, salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya perkawinan anak adalah kemiskinan.
“Yang menarik adalah data anak-anak Karangasem seperti Desa Ban dan sekitarnya, banyak anak dinikahkan karena dianggap beban (oleh orang tuanya, red),” ungkapnya.
Tantangan yang dihadapi dalam merumuskan pararem terkait perkawinan anak, kata dia, meliputi pemahaman orang tua, budaya permisif, hingga pendekatan psikologis masyarakat.
“Dari 19 desa adat di Desa Ban kini dua di antaranya yakni Desa Adat Ban dan Darmaji telah memiliki pararem terkait perkawinan anak. Sekarang tinggal melihat implementasinya,” tandasnya.
Reporter: Komang Ari
Editor: Ngurah Dibia

Tinggalkan Balasan