Denpasar – Dosen Fakultas Hukum Universitas Warmadewa, Dr I Made Pria Dharsana menyebut maraknya sengketa tanah akhir-akhir ini karena tanah sudah menjadi komoditi ekonomi.

“Kita bisa lihat latar belakang dari maraknya kasus sengketa tanah akhir-akhir ini karena tanah sudah menjadi komoditi ekonomi,” ucapnya kepada wacanabali.com, Sabtu (22/7/23).

Kondisi ini menurutnya, diperparah kemunculan sertifikat ganda yang memancing orang-orang dengan niatan tidak baik menggunakan kelemahan itu untuk menguasai tanah yang diinginkan.

Kemunculan sertifikat-sertifikat ganda ini katanya, terjadi karena adanya permainan terstruktur dari para oknum nakal. “Mafia tidak bisa bekerja sendiri sudah pasti ada bantuan dari oknum baik di Badan Pertanahan Nasional (BPN) maupun notaris,” tegasnya.

Baca Juga  Ketua KY: Mafia Tanah Bermain dengan Orang-Orang Penting

Namun saat ini, hadirnya sistem pensertifikatan tanah yang beralih dari manual menjadi online dinilai dapat mempersulit para mafia tanah bermain.

Seperti yang diberitakan sebelumnya Ketua Komisi Yudisial (KY) RI, Prof Dr Mukti Fajar Nur Dewata SH, mengungkapkan bahwa mafia tanah dalam praktiknya melibatkan banyak orang. Mereka adalah oknum yang memegang peranan penting dalam bidang pertanahan.

“Oknum yang bermain adalah orang-orang penting di bagian pertanahan seperti oknum notaris, oknum peradilan serta oknum Badan Pertanahan Nasional (BPN),” ungkapnya dalam acara Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Universitas Warmadewa (Unwar) Denpasar, Bali, Jumat (2/05/23).

“Mereka (mafia tanah,red) menggandeng berbagai pihak yang mudah untuk mereka ajak bermain pada praktik kotor ini,” imbuhnya.

Baca Juga  Putusan PN Denpasar Soal Gugatan Perdata "Bos" UD Damena Dianggap "Fair"

Cara bekerja dari mafia tanah, katanya, sangat sistematis dan terstruktur karena banyak kasus yang ditemukan semuanya memiliki pola yang sama.

“Pola mereka bergerak sama dengan mengeluarkan sertifikat kedua dari tanah yang akan mereka serobot sudah pasti dalam praktik ini ada kekuatan-kekuatan besar di belakangnya,” tandasnya.

Reporter: Dewa Fathur
Editor: Ady Irawan