Denpasar – Aksi viral bule ciuman di Pura Lempuyang, Kabupaten Karangasem, Bali tuai komentar berbagai pihak.

Dosen Teologi Hindu Universitas Hindu Negeri (UHN) I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar Hari Harsananda menyebutkan, kejadian ‘nyeleneh’ wisatawan di Bali merupakan konsekuensi yang harus diterima dari penerapan konsep pariwisata budaya.

“Mereka (wisatawan, red) datang ke Bali memang untuk eksplorasi, mereka kan bayar. Ini dunia industri kapitalis, ini bukan kecolongan tapi memang wajar terjadi ketika kebudayaan kita dijadikan produk komoditas,” ujarnya saat diwawancarai, Jumat (28/7/23).

Pihaknya menjelaskan, memadupadankan pariwisata dan budaya adalah tindakan yang bertentangan karena pada dasarnya, kedua konsep tersebut sangat bertolakbelakang.

“Ibaratnya seperti kita meletakkan maling di dalam rumah, itu wajar terjadi. Karena budaya itu bersifat konservatif (tradisional, red) sedangkan pariwisata itu selalu bersifat eksplorasi (penjelajahan, red) dan eksploratif. Jadi kontraproduktif (bersifat tidak menguntungkan, red),” sebutnya.

Baca Juga  Dari 'WNA Nakal' hingga Pariwisata Berkelanjutan, Prof. Sumadi: Tanggung Jawab Bersama

Ia berujar, semestinya penerapan konsep pariwisata budaya dibarengi dengan perumusan analisis SWOT (Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Tantangan) yang kuat.

“Di sini kelihatannya treat atau ancaman tidak secara rigid dipikirkan. Jadi kesannya kita kecolongan padahal sebenarnya memang menempatkan potensi-potensi yang bertolak belakang dengan nilai konservasi di dalam budaya kita,” jelasnya.

Mirisnya, kata Hari, menangani dampak buruk pariwisata justru merupakan wujud dilematis yang dialami Bali, sebab selama ini pariwisata telah mengakar sebagai tulangpunggung kehidupan masyarakat Bali.

“Ya kita tidak akan bisa menyelesaikan permasalahan-permasalahan seperti ini. Selalu akan ada toleransi-toleransi yang diberikan,” tandasnya.

Reporter: Komang Ari