Denpasar – Mempelajari perjalanan hukum gugatan perdata No. 190/Pdt.G/2023/PN. Tabanan atas nama Pura Dalem Desa Adat Kelecung sebagai Tergugat I di Pengadilan Negeri (PN) Tabanan, I Gusti Ngurah Putu Alit Putra selaku perwakilan Tim Kuasa Hukum (PH) mengatakan kasus serupa pernah terjadi di Desa Adat Guwang, Sukawati, Gianyar, tahun 2021 salah satu hal yang membuat Krama (Masyarakat) Adat Kelecung merasa terpanggil.

“Kami tidak bermaksud melakukan studi banding terhadap kasus di Guwang dengan di Kelecung. Tetapi, ada kesamaan karakter kasus dan telah pula terbit rujukan Pengadilan memutus perkara yang mirip-mirip ini,” ungkap pria akrab disapa Jik Alit tersebut, Senin (7/8/23).

Ia memaparkan, kasus sengketa tanah di Desa Adat Guwang telah diputus PN Gianyar No. 173/Pdt.G/2021/PN.Gin dan dimenangkan pihak desa adat atas pensertipikatan tanah seluas sekitar 71 are, begitu pula putusan banding di Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar No. 42/PDT/2022/PT Denpasar, menguatkan putusan PN Gianyar tersebut.

“Dalam kasus tersebut (Desa Adat Guwang, red) itu penggugat melampirkan bukti berupa pipil, bahkan di Guwang ini penggugatnya punya pipil yang diterbitkan sebelum tahun 1960. Sedangkan di Kelecung, konon, penggugat mempunyai bukti berupa Ipeda (Iuran Pembangunan Daerah, red) yang terbit tanggal 1 Maret 1977. Artinya, 17 tahun setelah berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA, red) tahun 1960, beserta peraturan pelaksanannya tahun 1961, jelas disebutkan Ipeda itu hanya bukti pembayaran pajak. UUPA beserta peraturan itu menyebutkan bahwa sertipikatlah bukti kepemilikan hak atas tanah sah,” paparnya.

Baca Juga  Pria tanpa Identitas, Dua Kali Hendak Bunih Diri di Pelabuhan Gilimanuk

Lebih lanjut dirinya menjelaskan, kaitannya dengan kasus Pura Dalem Desa Adat Kelecung, bahwa sejak 2017 telah sama-sama terbit di lokasi yang sama, berdampingan antara tanah milik para penggugat dengan tanah Pura Dalem, diketahui penerbitan sertipikatnya melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dengan periode yang sama, penyelenggaraannya mengacu pada Permen Agraria/ATR No. 12 Tahun 2017.

“Dalam surat gugatan sesuai dengan dokumen pengadilan jelas, redaksional gugatan menunjuk Pura Dalem (Kelecung, red) sebagai Tergugat I. Inilah yang membuat masyarakat terpanggil dan datang untuk menjaga kesakralan tempat suci mereka (Tri Kahyangan Desa, red),” tegasnya.

Sebagai kuasa hukum, pihaknya menyebut sempat mengkaji secara mendalam terkait kedudukan Tergugat I dalam perspektif hukum Perdata Indonesia, sebelum menyatakan kesiapannya mendampingi Pura Dalem Kelecung atau desa adat sebagai Tergugat I, dan Bandesa Adat Kelecung sebagai Tergugat III dalam kasus bergulir di PN Tabanan tersebut.

Baca Juga  Togar Bantah Golden City Proyek Bodong

Legal standing para penggugat tidak ada mewakili pura/puri tertentu, jadi kami berasumsi gugatan ini diajukan oleh perorangan (4 orang, red) kebetulan beralamat tinggal di Kerambitan dan Denpasar sesuai identitas tertera dalam surat gugatan,” tambahnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, PH Desa Adat Kelecung tersebut menjelaskan, bahwa pihak penggugat Pura Dalem Kelecung adalah perorangan, kebetulan bagian dari keluarga Jro Marga dan pangempon Pura Taman.

“Ini adalah pribadi-pribadi dan merupakan bagian dari keluarga Jro Marga untuk diluruskan. Mereka (penggugat-red) adalah pihak pribadi yang telah mensertifikatkan tanah milik laba Pura Taman sebelumnya atas nama empat orang. Dan kebetulan obyek tanah Pura Taman ini berdampingan dengan tanah milik laba Pura Dalem Kelecung,” beber Ngurah Alit selaku kuasa hukum Desa Adat Kelecung saat diwawancarai di halaman Pengadilan Negeri (PN) Tabanan, Senin (24/7/23).

Berdasarkan surat gugatan dari PN Tabanan, nama penggugat adalah AA Mawa Kesama, sebagai Penggugat 1 (satu), Ir A.A Nyoman Supadma MP Penggugat 2 (dua), AA Bagus Miradi Wisma Damana penggugat 3 (tiga) dan AA Ngurah Maradi Putra, SE sebagai penggugat 4 (empat), dimana dalam gugatan, penggugat mengklaim tanah milik Pura Dalem Kelecung yang telah bersertifikat sebagai bagian dari tanah warisnya.

Baca Juga  Bali Peringkat Tiga Lakalantas Tertinggi, Jasa Raharja: Korban Rata-rata Usia Produktif

Kuasa hukum penggugat Anak Agung Sagung Ratih Maheswari sempat memberikan keterangannya. Secara singkat mengaku akan mengikuti proses hukum sesuai aturan berlaku.

Ngga ada sih, kita akan melanjutkan mediasi tanggal 7 Agustus. Kalau sekarang kita belum mendapatkan kesepakatan. Maaf sekali ya kita ngga bisa kasi tahu karena itu ranah prinsipal itu sendiri ya. Jadi kami kuasa hukum tidak menyampaikan apa-apa. Tapi kalau hasilnya deadlock baru kita lanjutkan di persidangan,” ucap pengacara dari Sejati Law Office ini, Senin (24/07/23).

Sempat disinggung wartawan, bahwa penggugat mewakili pangempon Pura Taman, Jero Marga, atau pribadi, Sagung menolak memberikan jawabannya.

Nah kalau itu dibuktikan dalam persidangan saja. Maaf sekali, karena itu melewati kewenangan dan batasan saya sebagai kuasa hukum, dan saya belum mendapatkan izin dari prinsipal untuk berbicara,” tutupnya.

Reporter: Krisna Putra

Editor: Ngurah Dibia