Denpasar – Maraknya kasus kekerasan seksual di Bali tuai tanggapan berbagai pihak. Salah satunya, tanggapan datang dari Ni Kadek Sintya Anggreni, Koordinator Kisara (Kita Sayang Remaja) Bali. Menurutnya, bentuk-bentuk kekerasan seksual yang beragam kerap kali dinormalisasi di masyarakat.

“Mungkin masih banyak yang memandang kalau kekerasan seksual  ‘oh pemerkosaan ya, hubungan seksual ya’. Tapi ternyata tidak sebatas itu, ruang lingkup kekerasan seksual banyak sekali baik yang berbentuk verbal maupun nonverbal,” ujarnya saat diwawancarai Wacanabali.com di Denpasar, Kamis (28/9/23).

Lebih lanjut, dirinya menjelaskan kekerasan seksual dalam bentuk verbal sering terjadi dalam bentuk “catcalling” yakni dengan memberikan rayuan atau kata-kata tidak senonoh kepada seseorang.

Baca Juga  Soal 'Baju Seksi' jadi Penyebab Kekerasan Seksual, ini Tanggapan Aktivis Perempuan

“Bahkan dalam Permendikbud No. 30 Tahun 2021 itu diatur ada 21 jenis kekerasan seksual dan perlu diingat juga bahwa siapa saja berpotensi menjadi korban bahkan pelaku kekerasan seksual,” rincinya.

Disinggung terkait peran remaja dalam pencegahan kekerasan seksual, mahasiswi kedokteran gigi ini menyebutkan, remaja dapat berkontribusi dalam langkah preventif (pencegahan) dan promotif (penyebarluasan) edukasi terkait kekerasan seksual.

“Harapannya, remaja dapat menjadi remaja yang berdaya. Mampu mengedukasi dirinya dan setelah teredukasi hal itu diteruskan kepada remaja lain bahkan orang dewasa lainnya. Sehingga semakin banyak yang teredukasi terkait pencegahan kekerasan seksual ini,” harapnya.

Terakhir, penggiat isu Kesehatan Seksual dan Reproduksi (Kespro) ini mengajak para remaja dapat meningkatkan edukasi terhadap isu-isu remaja khususnya Kespro agar dapat berdaya salah satunya dalam mencegah adanya tindakan kekerasan seksual.

Baca Juga  Kepolisian Tangani 10 Kasus Kekerasan Seksual pada Anak di Jembrana

Reporter: Komang Ari