Kembali Tempuh Jalur “Niskala”, Masyarakat Adat Kelecung Gelar Persembahyangan
Tabanan – Sejumlah masyarakat adat Kelecung kembali menggelar persembahyangan, bertepatan dengan rahinan (hari suci, red) Purnama Sasih Kapat, masyarakat juga memohon doa restu dan kemenangan atas gugatan perdata nomor 90/PDT.G/2023/PN Tab, atas nama AA Mawa Kesama cs selaku pihak Penggugat terhadap Pura Dalem Desa Adat Kelecung selaku Tergugat, Jumat (29/9/23).
Salah satu warga, berinisial PA (enggan disebutkan namanya di media) mengatakan, persembahyangan oleh krama (masyarakat) juga sering dilakukan setiap sebelum sidang di Pengadilan Negeri (PN) Tabanan berlangsung di Pura Dalem Kelecung.
“Selama ini kami memang selalu bersembahyang di Pura Dalem (Kelecung, red), semenjak permasalahan yang timbul di desa adat. Terlebih ini gugatan terhadap tanah milik pura dalem tentu kami memohon tuntunan beliau agar di Pengadilan nanti mendapatkan keamanan dan pikiran yang jernih,” jelas PA.
Ia menjelaskan, sejak awal selalu memantau sidang tersebut, baik dalam laporan pidana di Polres Tabanan maupun Gugatannya, ia juga merasa sangat tergelitik dengan sikap para pihak Penggugat, mendalilkan segala cara tentang keberadaan pura taman di sana dengan tanah yang mereka miliki.
PA juga berkata, bahwa sebelum dibangun jalan tahun 2006 pihak Penggugat selalu lewat jalan Subak Munduk Taman untuk menuju ke Pura Taman.
“Silakan cek jalan Munduk Taman, jejaknya masih ada,” tegasnya.
Di samping itu menurutnya, tanah-tanah untuk jalan tahun 2006, kini menghubungkan antara setra (kuburan red) dengan tanah sengketa, masih belum sepenuhnya legal secara hukum. Karena pihaknya sebagai ahli waris salah satu tanah yang dipergunakan untuk jalan tidak pernah mendapatkan informasi yang jelas dari orang tuanya tentang hal tersebut.
Lebih lanjut diterangkannya, sebagian tanah yang kena jalan tersebut belum dilepaskan untuk jalan dan tidak ada surat pelepasannya, hanya saja ada surat pernyataan selembar, intinya tidak akan menuntut ganti rugi atas imbas tanahnya yang terkena jalan tahun 2006 tersebut.
“Seingat saya ketika itu, sesuai dengan Parum Desa Adat Kelecung, bahwa tanah yang terkena jalan dipergunakan oleh desa adat, jika tidak dipergunakan lagi oleh desa adat, maka kami akan memintanya kembali dan menutup akses yang ada diatas tanahnya, tentu saja itu adalah hak mutlak kami sebagai pemilik tanah jalan paling depan tersebut,” tutupnya.
Reporter: Krisna Putra
Editor: Ngurah Dibia

Tinggalkan Balasan