Denpasar – Adanya fenomena alam seekor ikan Hiu Tutul/Hiu Paus (Rhincodon typus) terdampar di Pantai Yeh Kuning, Jembrana, beberapa waktu lalu hingga saat ini masih menjadi perbincangan hangat warganet. Terlebih beredar kabar di dalam perut bangkai ikan raksasa tersebut ditemukan limbah plastik berupa 2 buah sedotan minuman dan 4 buah pembungkus makanan ringan. Sejumlah praktisi lingkungan pun menilai polusi plastik telah menjadi ancaman serius bagi ekosistem laut di Bali khususnya.

“Tanpa bermaksud mendahului hasil lab dari para ahli yang terlibat langsung atas fenomena tersebut, bukan tidak mungkin bahwa penyebab hewan (hiu tutul, red) tersebut mendamparkan diri bisa saja karena sampah plastik di dalam perutnya membuatnya secara psikologis alamiah terganggu. Ini merupakan ancaman serius bagi ekosistem laut,” ungkap Agung Wirapramana, Praktisi Ekosistem Low Carbon Ekonomi kepada wacanabali.com, Senin (2/10/23).

Baca Juga  "Sungguh Terlalu" SPA Dikategorikan Jasa Hiburan Ide Siapa?

Pria yang akrab disapa Gung Pram, juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Bidang Digital dan New Renewable Energy Kamar Dagang Industri (Kadin) Provinsi Bali menambahkan, adanya fenomena tersebut menandakan Pemerintah belum secara maksimal menangani permasalahan limbah plastik di masyarakat. Selain itu, banyak data menunjukkan bahwa sampah plastik juga berada di dalam perut ikan dan biota laut lainnya, ia menilai ancaman limbah plastik lebih berbahaya ketimbang limbah nuklir Jepang.

“Ini fakta, bahkan limbah ini ada dalam ikan yang biasa dikonsumsi oleh kita, seperti cakalang dan lainnya, sudah sangat mengkhawatirkan dan berbahaya, belum lagi bila terpapar bioplastik yang tentunya berisiko terhadap kesehatan,” cetus pria yang memiliki latar belakang kelautan dan energi dan sangat concern dengan literasi sampah plastik.

Baca Juga  Alit Kelakan Optimis Menangkan Ganjar-Mahfud di Bali, Tak Gentar Lawan Koalisi Besar

Menurutnya, ekosistem harus diperbaiki. Pentingnya rasa tanggung jawab dan kesadaran bersama di masyarakat, terlebih aturannya sudah banyak dibuat, tinggal menunggu implementasinya sebagai bentuk kepedulian lingkungan dan langkah tegas pemerintah sehingga ke depan masalah ini bisa segera terselesaikan.

“Ini perlu mendapat perhatian khusus dan dipetakan untuk dapat dikonsolidasikan sebagai suatu bentuk gerakan bersama, seperti ocean movement dan tentunya harus disertai dengan sosialisasi yang tepat dan masif. Ini jauh lebih berbahaya dibanding isu lingkungan limbah nuklir Fukushima yang terkontrol, sampah plastik ini tidak terkontrol dan sangat merusak lingkungan,” tegasnya.

Gung Pram menambahkan, Pemerintah sebaiknya mendorong CSR (corporate social responsibility) dan peran serta industri untuk penanganan sampah plastik berbasis sumber produksi. Ia mengatakan, ekosistem plastik ini harus di tata ulang.

Baca Juga  Hujan Lebat Rendam Empat Titik di Denpasar

“Ini harus jadi perhatian khusus, dengan melibatkan seluruh stakeholder lengkap dengan punishment dan reward (hukuman dan penghargaan, red). Jangan sampai industri penyebab sampah plastik memperoleh subsidi dan kemudahan, sementara komunitas penjaga lingkungan tidak mendapat perhatian, logikanya seperti itu,” tutupnya.

Reporter: Krisna Putra

Editor: Ngurah Dibia