Denpasar – Menanggapi adanya keputusan penahanan terhadap Rektor Universitas Udayana (Unud) Prof. Dr. I Nyoman Gede Antara dan tiga pejabat Unud lainnya, terkait kasus yang menimpanya oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, Pengamat Kebijakan Publik, Dr. Togar Situmorang mengaku miris dan prihatin atas kejadian yang menimpa dunia pendidikan Bali tersebut.

“Ini sangat memprihatinkan dan tidak bisa dibiarkan, apalagi kita tahu, penetapan sebagai tersangka tidak serta merta. Pihak Rektor Unud melalui Kuasa Hukum mereka telah menempuh upaya proses Pra-peradilan dan ditolak,” ungkap Togar melalui pesan singkat WhatsApp (WA), Senin (9/10/23).

Menurut Togar, meskipun sosok Prof Antara tersangkut kasus hukum merupakan tokoh pendidikan di Bali, tetap harus diproses karena di mata hukum memiliki hak yang sama. Sehingga, apabila sudah ditetapkan sebagai tersangka, dan memenuhi 2 alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP, itu merupakan kewenangan ataupun hak dari jajaran pihak Kejaksaan Tinggi Bali.

Baca Juga  Toleransi Antar-Umat, Turah Kingsan Rutin Bangunkan Sahur lewat Sosmed

“Tetapi, karena Indonesia adalah negara hukum, semua harus mentaati aturan yang berlaku,” ujarnya.

Sementara itu, meskipun kasus yang membelit Prof Antara adalah dugaan kasus korupsi, pihaknya sangat menyayangkan hal tersebut (penahanan) terjadi dan mencoreng citra pendidikan Bali, terlebih kasus ini terjadi di Universitas Udayana yang notabene kampus nomor satu di Bali dan status Negeri.

“Oleh karenanya kita sebagai warga negara sangat mendukung pemberantasan korupsi, namun yang sangat disayangkan, kasus ini berada dalam lingkungan pendidikan,” paparnya.

Advokat dan Kurator Dr. Togar Situmorang yang juga Bacaleg Partai Demokrat nomor urut 7 untuk DPR RI Dapil 3 DKI Jakarta di Wilayah Jakarta Barat dan Jakarta Utara serta Kepulauan Seribu di Pemilu 2024 berharap kasus tersebut dapat segera tuntas.

“Jadi kita minta dengan sangat agar segera bisa disidangkan, biar masyarakat secara transparan mengetahui terhadap dugaan yang dimaksud dalam hal korupsi Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) dugaan Rp443 milliar tersebut,” tutup Togar.

Baca Juga  Tensi Politik Usai Pencoblosan Memanas, Mahfud MD Ingatkan Pentingnya Demokrasi

Sementara itu, Kepala seksi penerangan hukum (Kasipenkum) Kejati Bali, Putu Agus Eka Sabana MH melalui keterangan tertulisnya menyebut, Rektor Universitas Udayana (Unud) INGA bersama beberapa terduga pelaku NPS, IKB dan IMY, ditahan pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali. Penahanan dilakukan lantaran diduga melakukan korupsi dana Sumbangan Pembangunan Institusi (SPI).

“Tersangka INGA disangka melanggar pasal 2 ayat (1), pasal 3, Pasal 9, Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 UU 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 kitab undang- undang hukum pidana (KUHP) dan pasal 65 KUHP,” sebutnya.

Baca Juga  Selesai Pemilu 2024, KPU Badung Lanjut Persiapan Pilkada 2024

“Sedangkan NPS, IKB, IMY disangka melanggar pasal 9, Pasal 12 huruf e jo pasal 18 UU 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan pasal 65 KUHP,” rinci Eka Sabana, Senin (9/10/23).

Selanjutnya dilakukan penahanan oleh penyidik di lapas Krobokan selama 20 hari ke depan untuk menunggu proses selanjutnya.

“Untuk proses selanjutnya, Penyidik melakukan penahanan selama 20 hari di Lapas Kerobokan,” pungkasnya.

Sementara itu dihubungi terpisah penasihat hukum (PH) Rektor Unud Ketut Ngastawa SH, MH kecewa akan penahanan kliennya yang terkesan begitu cepat.

“Kami (tim PH, red) agak kecewa dengan keputusan ini (penahanan, red) yang terkesan ekspres,” tandasnya kepada wacanabali.com, Senin (9/10/23). (Krisna Putra)