Putusan PN Denpasar Soal Gugatan Perdata “Bos” UD Damena Dianggap “Fair”
Denpasar – Kasus penutupan akses menuju perumahan di Jalan I Gusti Ngurah Rai, Gang Mina Utama, Denpasar Selatan, oleh Komang Ari Widyanti (47) pemilik (Bos) UD Damena semakin menarik perhatian publik. Pasalnya, setelah Pengadilan Negeri (PN) Denpasar telah mengabulkan gugatan perdata yang ia ajukan melalui kuasa hukumnya, meski sebelumnya Widyanti dilaporkan ke kantor polisi oleh pihak developer atas penutupan jalan tersebut.
“Kalau menurut saya putusan pengadilan ini sudah fair dan objektif bagi kedua belah pihak,” ujar Komang Ari Sumartawan selaku kuasa hukum Widyanti, Kamis (4/1/24) di Denpasar.
Selaku kuasa hukum, Sumartawan menerangkan kliennya (Widyanti) merupakan istri dari alamarhum Gusti Arya Darmayanta yang meninggal dunia pada 18 bulan Mei tahun 2017 silam, meninggalkan harta berupa sebidang tanah hak milik seluas 393 m2 berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor: 07304, berlokasi di Jalan I Gusti Ngurah Rai, Gang Mina Utama, Denpasar Selatan.
Sertifikat tersebut kemudian telah terdaftar atas nama Komang Ari Widyanti, dimana sampai saat ini sertifikat telah dijadikan jaminan utang di Bank BRI (turut tergugat III). Ia menerangkan, sebelumnya almarhum Gusti Arya Damaryanta memang pernah mengizinkan I Gusti Made Aryawan (tergugat I) untuk menggunakan tanahnya sebagai jalan.
Dalam perjalanan, tergugat I kemudian membuat proyek perumahan dengan menggunakan Badan Hukum PT Sambandha Bali Developer (tergugat II). Mengetahui itu, almarhum Gusti Made Damayanta memaklumi dan masih bisa memberikan izin hanya untuk sebatas perumahan yang dibuat oleh tergugat I yaitu Sambadha Rsidance.
Masalah timbul ketika Gusti Made Damaryanta meninggal, tergugat I tanpa sepengetahuan para penggugat menjual salah satu rumah di dalam perumahan, untuk digunakan sebagai akses masuk membuka proyek baru di areal sekitar Sambandha Residance bernama D’Gedong Residance.
Karena proyek perumahan baru belum
meminta izin penggunaan objek sengketa sebagai akses jalan, maka Widyanti memberi pengumuman bahwa objek sengketa akan dipagari. Serta hanya warga Perumahan Sambadha yang boleh melintasi sebagian dari objek sengketa yang notabane seluas 54 m2.
Karena kurang lebih sebulan setelah pengumuman belum ada koordinasi maupun titik temu antara para penggugat dan tergugat I terkait proyek Perumahan D’Gedong, Widyanti memasang pintu otomatis yang menggunakan remote di atas objek sengketa.
Untuk menghindari warga Perumahan Sambandha terganggu atas pemasangan pintu, Widyanti memberikan remote kepada semua warga Perumahan Sambandha.
“Pemberian remote karena sebelumnya almarhum Gusti Arya Damaryanta secara lisan telah memberikan izin hanya sebatas satu proyek kepada tergugat I,” tutur Sumartawan.
Ia mengungkapkan bahwa sempat diadakan beberapa kali mediasi yang diketuai Lurah Sesetan (turut tergugat II) mewakili pemerintah, yang berwenang dan bertanggung jawab atas wilayah objek sengketa.
Namun mediasi tidak menghasilkan kesepakatan karena Widyanti dan anaknya I Gusti Arya Satria Nugraha (23) selaku penggugat tetap pada pendirian bahwa objek sengketa adalah merupakan hak milik mereka dan bukanlah fasilitas umum.
Dalam perjalanan, pihak developer melaporkan Widyanti dan anaknya ke Polresta Denpasar. Keduanya kemudian dijadikan tersangka oleh polisi dalam kasus tersebut. Ia mengatakan, tindakan tergugat I dan tergugat II yang menggunakan objek sengketa melebihi apa yang diizinkan oleh para penggugat adalah jelas perbuatan melawan hukum.
Dirinya menambahkan, karena belum ada pelepasan baik dari almarhum Gusti Arya Damaryanta maupun kliennya terkait Sertifikat Hak Milik Nomor: 07304, maka objek sengketa belum bisa disebut sebagai jalan.
“Putusan kemarin sudah terang bahwa itu hak milik. Jadi memang bentuknya seperti jalan, tapi itu masih menjadi bagian sertifikat yang ada hak tanggungan. Nah apabila Ibu Widyanti memasang remote untuk portal tidak salah karena itu ada di lahan miliknya,” tegasnya.
Reporter: Krisna Putra
Tinggalkan Balasan