Denpasar – Pengamat hukum I Komang Sutama MH menyebut kasus Lembaga Perkreditan Desa (LPD) tidak semestinya masuk pada ranah Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

“Seharusnya kasus yang menjerat pegawai LPD tidak bisa diadili dalam ranah Tipikor, karena keuangan LPD merupakan uang kerama (warga) adat,” ujarnya di Denpasar, Senin (15/1/24).

Ia beralasan karena dana dari LPD diatur oleh kerama adat secara pribadi sehingga tidak tepat jika harus diadili di ranah Tipikor.

“Karena kewenangan tersebut ada pada desa adat itu sendiri untuk mengatur dan mengelola keuangannya sendiri, sekalipun ditemukan kasus-kasus penggelapan biarkan desa adat yang akan menentukan sangsinya, sehingga lebih pas masuk ke peradilan umum,” sambungnya.

Baca Juga  Gede Pasek Suardika Sebut Kasus Prof Antara Lucu

Menurutnya jika kasus LPD di bawa ke ranah Tipikor akan mengakibatkan masalah tersebut menjadi bias.

“Jika dipaksakan masuk pidana korupsi ini akan menimbulkan masalah baru karena akan melebar kemana mana permasalahan ini, visi misi LPD sendiri adalah untuk krama dari krama dan demi krama,” pungkasnya.

Sementara itu Gede Pasek Suardika menyebut maraknya kasus Lembaga Perkreditan Desa (LPD) sebagai kasus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagai kasus yang salah tempat.

“Saya kira salah tempat kenapa Gubernur dan DPRD Bali tidak segera mencari jalan keluar dalam kasus LPD,” ujar Pasek saat diwawancarai wartawan di Pengadilan Tipikor, Selasa (2/1/24).

Lebih lanjut ia menyebut kasus LPD sudah semestinya masuk ke ranah tindak pidana umum (Tipidum).

Baca Juga  Mantan Ketua LPD Bakas Akui Beri Kredit Modal Kepercayaan

“Seharusnya kasus korupsi masuk ke ranah Tipidum, karena dalam undang-undang keuangan mikro LPD sudah diakui,” sambungnya.

Alasan dibalik kasus LPD masuk ke ranah Tipidum karena uang yang beredar disana adalah milik masyarakat adat.

“Uangnya itu kan milik masyarakat adat, bukan uang milik negara ini harus segera di bereskan, kasihan mereka,” pungkasnya.

Sebelumnya Praktisi Hukum I Komang Sutrisna menilai, maraknya kasus korupsi melibatkan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Bali dihantui oleh ketidaksinkronan aturan yang diterapkan.

Pihaknya menjelaskan, saat kasus Korupsi di tubuh LPD muncul, pintu masuk yang digunakan penegak hukum adalah dana penyertaan atau bantuan Pemerintah Daerah saat LPD tersebut dibentuk. Sehingga, kasus tersebut masuk ke ranah hukum Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Baca Juga  Prof Antara Bebas, PH: Saya Salut Keberanian Hakim

“Di satu sisi, LPD merupakan lembaga keuangan yang dibentuk dan dimiliki oleh Desa Adat. Kekuatan pembentukannya pun berdasar Awig-Awig dan Pararem Desa Adat (aturan Desa Adat, red). Dua ranah hukum tersebut yakni Tipikor dan Hukum Adat menjadi tidak sinkron dalam penerapan hukumnya,” ungkap Sutrisna kepada wacanabali.com, Sabtu (9/12/23).

Reporter: Dewa Fathur