Pro-kontra OTT Bandesa Adat Berawa, Begini Penjelasan Kasipenkum Kejati Bali
Denpasar – Operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali terhadap Ketut Riana selaku Bandesa Adat Berawa menuai pro-kontra. Pasalnya, banyak pihak bertanya-tanya mengenai kewenangan Kejati Bali menangkap bandesa adat.
Salah satu pertanyaan yang muncul, apakah bandesa adat bagian dari penyelenggara negara?
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Bali Putu Agus Eka Sabana menerangkan, Kejati Bali melakukan OTT berdasarkan perintah UU Nomor 20 tahun 2001 perubahan kedua atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Sebagaimana tercantum dalam pasal 1 ayat 2 (e) UU Tipikor disebutkan bahwa pegawai negeri adalah setiap orang yang menerima upah atau gaji dari keuangan negara atau daerah.
“Jadi konteksnya bandesa adat ini mendapatkan gaji dari Pemerintah Provinsi Bali dan mendapatkan tunjangan dari Pemerintah Kabupaten Badung. Jadi sesuai dengan pengertian pegawai negeri dalam UU Tindak Pidana Korupsi tersebut, setiap orang yang mendapatkan upah atau gaji atau insentif dari keuangan negara atau keuangan daerah terkategori sebagai pegawai negeri,” terang Eka Sabana kepada wacanabali.com via WhatsApp, Senin (13/5/24).
Selain itu, Eka Sabana juga menyinggung Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang menegaskan bahwa desa adat bagian dari Penyelenggara Negara.
“Jadi kalau UU Desa, bandesa adat itu dikategorikan sebagai penyelenggara negara otomatis kan memenuhi unsur. Kemudian di UU Tipikor memenuhi unsur bahwa bandesa adat juga terkategori sebagai pegawai negeri. Sehingga kejaksaan tinggi dalam hal ini memiliki kewenangan menyidik perkara ini,” jelasnya.
Kendati demikian, Kasi Penkum Kejati Bali ini menyebut ketentuan khusus yakni UU Tipikor yang akan diberlakukan dibanding ketentuan umum yaitu UU Desa, sebagaimana disebutkan dalam asas “lex specialis derogat legi generali”.
“Tapi apabila ada ketentuan khusus yang mengatur daripada adanya ketentuan umum maka yang akan diberlakukan itu dasarnya ketentuan khusus. Sebagaimana asas hukum itu ‘lex specialis derogat legi generalis’,” tandasnya.
Seperti diketahui sebelumnya, menurut praktisi hukum Gede Pasek Suardika dalam unggahan media sosialnya, bandesa adat bukanlah jabatan publik pemerintahan. Sehingga menurutnya jaksa tidak memiliki wewenang penyidikan pidana umum.
“Benang merahnya di mana ya? Padahal selama ini bandesa adat bukan jabatan publik pemerintahan. Jaksa tidak memiliki wewenang penyidikan pidana umum tetapi hanya penuntutan saja. Soal terbukti atau tidak pemerasan seperti yang dimaksudkan dalam Pasal 12 E UU Tipikor atau pidana umum, masih menjadi hal menarik secara kajian hukum,” katanya.
Selain itu, pengacara yang akrab disapa GPS ini menyebut bahwa kasus Bendesa Adat Berawa akan menentukan kemana arah desa adat. Apakah bagian dari struktur pemerintahan atau sebaliknya terpisah.
Namun, menurutnya kedudukan desa adat sangat kuat dan tidak mudah diintervensi oleh hukum positif.
Reporter: Yulius N

Tinggalkan Balasan