Denpasar – Kuasa hukum mantan Ketua Yayasan Dhyana Pura, I Gusti Ketut Mustika merasa kecewa dengan diterimanya gugatan kasus penggelapan dalam jabatan di yayasan yang terletak di Dalung, Kuta Utara, Badung tersebut di Pengadilan Negeri Denpasar. Mantan ketua yayasan yang pernah menjabat di periode 2016 hingga 2020 itu hanya divonis percobaan 1 tahun padahal tak terbukti seperti yang dituduhkan melakukan penggelapan Rp25 miliar.

Sabam Antonius Nainggolan selaku kuasa hukum menjelaskan, bahwa pihaknya dari awal tak menyangka proses ini akan berjalan, mengingat terkait pemeriksaan terhadap yayasan telah diatur mekanismenya di dalam UU Yayasan No. 16 Tahun 2001 pada Bab VIII pasal 53 ayat 1 huruf C yang dijelaskan apabila terdapat yayasan yang organnya diduga melakukan perbuatan yang merugikan keuangan yayasan, maka berdasarkan ketentuan pasal 53 ayat 2 dijelaskan pemeriksaan hanya dapat dilakukan berdasarkan penetapan pengadilan.

“Dan lebih lanjut di dalam pasal 54 ayat 2 pengadilanlah yang menetapkan pemeriksa dengan mengangkat 3 ahli sebagai pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan. Bukannya dilakukan oleh pihak lawan yang kalah dalam pemilihan pengurus 2020-2024. Di situ obyektivitas dan independensi yang tidak didapatkan oleh terdakwa yang telah melalui proses release and discharge,” terang Sabam didampingi Rudi Hermawan, S.H., Anindya Primadigantari, S.H., M.H, Adv I Putu Sukayasa Nadi, S.H., M.H., dalam jumpa pers di Denpasar, Kamis (17/10/24).

Terkait dengan proses pemilihan organ yayasan, mengikutsertakan utusan terpilih dari Perkumpulan Badan Hukum Keagamaan GKPB, tidaklah ada yang keliru sebagai bagian dari ber-sinodal (berjalan bersama). Namun yang menjadi persoalan adalah manakala hasil yang didapatkan tidak sesuai harapan bagi sebagian orang yang kemudian mengabaikan hasil proses pemilihan tersebut yang dibuatnya sendiri dengan mengkebiri hak asasi seseorang. Di situlah komitmen berorganisasi bergereja dalam rangka ber-sinodal dilakukan dengan tidak satya wacana dan satya laksana.

“Berangkat dari kedua dasar tersebut bagaimana dapat diperoleh putusan yang baik ketika apa yang menjadi dasar diterimanya gugatan berangkat dari ukuran dan takaran penggugat, bukan dari hal yang netral dan obyektif. Sehingga sudah terlihat adanya keberpihakan dengan mengabaikan peraturan perundang-undangan dan ketentuan menteri teknis terkait pengangkatan maupun pemberhentian organ yayasan yang dilakukan tidak sesuai Anggaran Dasar,” paparnya.

Baca Juga  Bertemu Boby Nasution, Arsa Linggih Bangun Komunikasi Politik Nasional

Sabam mengatakan bahwa dalam fakta persidangan dugaan penggelapan Rp25 miliar yang sebelumnya dituduhkan serta isu yang digiring dalam gereja terhadap klien kami ternyata tidak terbukti justru sebaliknya sesuai fakta hukum sehingga atas hasil audit Kantor Akuntan Publik (KAP) Ramantha terhadap klien kami tidak terbukti.

“Tidak terbukti Rp25 miliar itu. Dinyatakan tidak valid hasil auditnya. Yang sekarang yang diangkat oleh pertimbangan hakim adalah pengalihan aset yayasan, penjualan mobil, tidak ada berita acara penjualannya sehingga disebutkan penjualan aset yayasan atas mobil tidak dapat dipertanggungjawabkan,” katanya.

Sabam menuturkan merujuk dari sana kata “tidak dapat dipertanggungjawabkan” sebenarnya hanya sebuah persoalan administratif saja. Dalam rapat organ Pembina telah dibahas atas adanya program peremajaan kendaraan Yayasan Dhyana Pura di mana klien kami telah melaksanakan program tersebut dengan dijualnya kendaaran lama tersebut dan membeli kendaraan yang baru. Uang hasil penjualan mobil yang lama dipergunakan sebagai uang tambahan untuk membeli unit mobil yang baru.

“Sebelumnya yang dijual adalah 6 unit yang umurnya sudah belasan tahun namun dapat dijual dengan harga yang lumayan tinggi untuk harga pasarannya. Tidak satu rupiah pun dinikmati oleh klian kami atas penjualan tersebut dan berhasil membeli 8 unit kendaraan yang baru yang layak dipergunakan oleh Rektor dan Penjabat lainnya di Yayasan Dhyana Pura di mana hal tersebut telah diakui oleh beberapa saksi yang dihadirkan oleh rekan JPU,” sentil Sabam Antonius Nainggolan.

Baca Juga  'Bukan Nyama Bali Ga Masalah' Kata Turah Gerenceng Soal Pj Gubernur Bali

Sebenarnya sejak dari awal perkara ini bergulir sudah tidak fair d imana kemudian audit yang dilakukan juga jauh dari standar audit investigasi seperti yang telah dijelaskan oleh ahli yang kami hadirkan dan telah menjadi fakta persidangan atas pemeriksaan dari staf audit KAP Ramantha.

Dia menjelaskan lebih jauh, bahwa ahli mengatakan, apabila hasil audit itu tidak didukung dengan 4 bukti dimaksud, maka kesimpulan adalah hasil audit tersebut tidak memenuhi standar profesional akuntan investigator.

Bisa dikatakan, semakin tidak lengkap buktinya, maka semakin tidak berkualitas hasil investigasinya. Pada saat proses investigasinya tidak sesuai dengan standar, maka laporan hasil investigasinya juga dikatakan tidak bisa diandalkan begitu sebaliknya

Atas keterangan ahli tersebut, pada kesempatan terakhir yang diberikan kepada para Penasihat Hukum terdakwa 1 dari SYRA LAW FIRM Sabam Antonius Nainggolan, S.H., dkk., memohon kepada Kantor Akuntan Publik Sodikin Budhananda Wandestarido untuk melakukan hitungan ulang atas hasil audit KAP I Wayan Ramantha.

Di mana, sesuai dengan berkas dokumen yang sama yaitu dokumen yang dilampirkan oleh Alm. Ramantha pada BAP (Berita Acara Pemeriksaan) almarhum tertanggal 20 Februari 2024, melampirkan temuan auditor dari KAP Sodikin Budhananda Wandestarido untuk membantah temuan audit KAP Ramantha dan mendukung pendapat dari ahli yang telah diajukan.

Baca Juga  Polda Bali Belum Melakukan Penahanan Terhadap 5 Tersangka Kasus PT. DOK

Dalam temuan KAP Sodikin Budhananda Wandestarido, terdapat fakta dari dokumen yang diperiksa oleh KAP I Wayan Ramantha yang dituangkan ke dalam BAP tertanggal tertanggal 20 Februari 2024 di Polda Bali. Terdapat pencatatan pengeluaran bukti cek yang tidak dicatatkan sebesar Rp46.021.638.389 (empat puluh enam miliar dua puluh satu juta enam ratus tiga puluh delapan ribu tiga ratus delapan puluh sembilan rupiah).

Sehingga jika hasil pemeriksaan KAP Ramantha yang semula Rp25.572.592.073,46 dikurangkan dengan pencatatan pengeluaran yang tidak dicatatkan tersebut, yang merupakan fakta hukum dalam persidangan maka hasilnya seharusnya adalah sebesar Rp-20.449.046.316 (minus dua puluh miliar empat ratus empat puluh sembilan juta empat puluh enam ribu tiga ratus enam belas rupiah )

“Bahwa atas temuan yang tidak dicatatkan sebagai pegeluaran bukti cek tersebut telah dikonfirmasi kepada staf auditor dari KAP Ramantha dalam sidang pemeriksaan di Pengadian Negeri Denpasar dengan gampangnya menjawab tidak dicatatkan karena tidak ada bonggol ceknya,” beber Sabam.

Di mana pengeluaran cek tersebut merupakan pengeluaran operasional rutin Universitas Dhyana Pura dan PPLP yang pembiayaan operasional tersebut melalui pencarian cek dari Bendahara Yayasan Dhyana Pura yang di lakukan oleh staf dari Universitas Dhyana Pura dan PPLP. Pengeluaran operasional tersebut juga termasuk pembayaran gaji dosen. Sehingga dari sidang putusan tersebut, pihak kuasa hukum pun saat ini masih menyatakan pikir-pikir untuk menentukan langkah selanjutnya,” pungkas Sabam Antonius Nainggolan, S.H., bersama Rudi Hermawan, S.H., Anindya Primadigantari, S.H., M.H, dan I Putu Sukayasa Nadi, S.H., M.H., dari Kantor SYRA LAWFIRM yang beralamat di Tukad Batanghari, Denpasar.

Reporter: Yulius N

Editor: Irawan