Buleleng – Belasan warga Desa Pancasari mendatangi kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Singaraja untuk melakukan audensi. Mereka adalah warga yang menempati eks Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 44 sebelumnya atas nama Sarana Bali Handara (SBH) yang statusnya kini menjadi tanah negara.

“Kita bersama warga ke BPN ingin mempertanyakan status lahan yang kami tempati puluhan tahun. Dan tadi BPN sudah jelaskan bahwa Bali Handara tidak punya hak dan status tanah adalah tanah negara,” terang Kadek Suartana selaku perwakilan warga kepada wartawan, Senin (04/11/2024)

Lebih lanjut ia menjelaskan, penegasan status tanah itu sangat penting bagi warga, mengingat baru-baru ini PT. SBH memasang plang, mengklaim kepemilikan di lahan tersebut, meski ahli agraria dalam pemberitaan di media menyatakan tanah itu sudah menjadi milik negara setelah SHGB berakhir lebih dari 11 tahun lalu.

Baca Juga  Perbekel Pancasari Jadi Sorotan dalam Perseteruan Warga Vs PT SBH

“Kami baca di media ahli agraria bilang jadi tanah negara. Kami kaget, tiba-tiba Bali Handara pasang plang kepemilikan, padahal puluhan tahun tidak ada kejadian seperti itu. Untuk itu kami nanti menunjuk kuasa hukum. Saran dari BPN tadi, mengenai plang bukan ranahnya tapi ranah kepolisian,” ungkapnya.

Menariknya kata Kadek Suartana dalam audiensi dengan BPN bahwasannya pihak Bali Handara dikatakan melakukan permohonan ulang dengan menggandeng berapa warga sebagai pemohon.

“Namanya warga kecil kan tidak tahu apa-apa, mungkin itu dimanfaatkan,” singgungnya.

I Gede Rena Purdiasa alias Renggo, Kelian Dusun Buyan, mengungkapkan bahwa plang tersebut tiba-tiba dipasang tanpa pemberitahuan resmi kepada masyarakat, termasuk kepada dirinya selaku kepala dusun.

Baca Juga  GTI Buleleng Desak Sri Mulyani Audit Status Lahan Bali Handara Golf

“Kami kaget tiba-tiba ada plang di lahan itu, tanpa ada koordinasi. Bahkan, Pak Babin sampai menghubungi saya karena beliau pun tidak tahu. Kehadiran plang tersebut menimbulkan ketegangan di antara warga yang sudah puluhan tahun tinggal dan bercocok tanam di lahan itu,” terangnya.

Renggo berharap, jika Bali Handara memang sudah tidak memiliki hak lagi atas lahan itu, plang tersebut segera dicabut agar tidak menimbulkan konflik lebih lanjut.

“Kami berharap ada kejelasan terkait status lahan ini. Jika memang tidak ada hak lagi, sebaiknya plang segera dicabut agar tidak memicu ketegangan baru di masyarakat,” pungkas Renggo.