Denpasar – Konflik perebutan tanah seluas 48 are di Jalan Batas Dukuh Sari, Gang Burung Dara, Sesetan, kembali memanas setelah mediasi yang digelar di Kantor Lurah Sesetan, Jumat (29/11), berakhir tanpa titik temu.

Mediasi ini mempertemukan pihak keluarga besar Jero Kepisah dan Anak Agung Ngurah Eka Wijaya (Eka Wijaya), yang didampingi Lembaga Pemantau Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (LP-KPK).

Kuasa hukum Jero Kepisah, Wayan Sutita alias Wayan Dobrak, menegaskan bahwa tanah tersebut adalah Duwen Ida atau warisan leluhur yang telah mereka kuasai selama berabad-abad.

Ia mengandalkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) atas nama leluhur mereka, I Gusti Raka Ampug, sebagai bukti kuat.

Baca Juga  Ketua KY: Mafia Tanah Bermain dengan Orang-Orang Penting

“Tanah ini milik leluhur kami, dan klaim pihak lawan tidak relevan serta mengada-ada. Kami akan terus mempertahankan hak kami,” tegas Sutita dalam mediasi tersebut.

Sebaliknya, LP-KPK Bali yang mendampingi Eka Wijaya bersikukuh dengan klaim mereka, meskipun bukti yang diajukan dinilai tidak cukup kuat.

Sekretaris LP-KPK Bali, Alberto Da Costa, menyatakan bahwa pihaknya siap melanjutkan konflik ini ke jalur hukum.

“Mediasi hanyalah forum diskusi, bukan tempat untuk menentukan siapa yang benar. Kami percaya bahwa pengadilan adalah arena yang tepat untuk menyelesaikan sengketa ini,” ujarnya.

Mediasi yang berlangsung sejak pukul 10.00 WITA ini akhirnya berakhir buntu, mencerminkan betapa rumitnya sengketa ini.

Publik pun terus mengikuti kasus ini dengan intens, mengingat tarik-ulur antara klaim sejarah dan kekuatan hukum yang saling bertentangan.

Baca Juga  Jerit Warga Bali Diduga Korban Kriminalisasi Mafia Tanah Mencari Keadilan

Pihak Jero Kepisah tetap kukuh meminta pengakuan atas hak mereka, sementara Eka Wijaya bersiap membawa kasus ini ke meja hijau.

Dengan masing-masing pihak bersikeras, konflik ini diprediksi akan berlangsung panjang hingga adanya keputusan hukum tetap.