Denpasar – Komitmen dan Keseriusan DPR RI membuat regulasi tentang Perampasan Aset hasil tindak pidana korupsi kembali dipertanyakan. Pasalnya, hingga kini RUU Perampasan Aset tak kunjung dibahas.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata menyebut DPR RI takut membahas bahkan mengesahkan regulasi tersebut.

“Ada kekhawatiran bahkan ketakutan barangkali nanti kalau undang-undang (RUU Perampasan Aset) diterbitkan, bisa jadi senjata matang tuan atau apa, kita enggak tahu, kan gitu. Karena sampai saat ini, faktanya RUU perampasan aset itu meskipun sudah diusulkan oleh pemerintah lebih dari 10 tahun yang lalu, itu belum masuk dalam program legislasi nasional,” ungkap Wakil Ketua KPK kepada wartawan usai kegiatan ASEAN PAC ke-20 di, Bali Convention Sanur, Selasa (3/12/2024).

Baca Juga  Modus Baru Kejahatan Siber Perbankan, DPR RI Minta Masyarakat Waspada

Lantaran menurut Alex, apabila RUU Perampasan Aset disahkan, maka pihaknya lebih mudah dan leluasa mengidentifikasi aset-aset hasil kejahatan korupsi.

“Kita tidak bisa merampas harta orang lain meskipun kita curigai harta itu diperoleh dengan tidak benar atau berdasarkan dari kejahatan. Kita harus buktikan dulu kejahatannya apa. Yang kita harapkan RUU Perampasan Aset, tapi sayangnya sampai sekarang hal itu belum disetujui, bahkan belum masuk dalam program prolegnas,” imbuhnya.

Alex mengaku, selama ini KPK kewalahan menindak oknum pejabat publik yang diduga memiliki aset dari hasil kejahatan korupsi. Sementara kata Alex, di negara-negara lain salah satunya Singapura, lembaga seperti KPK tidak ragu-ragu menyita aset pejabat yang melakukan tidnak pidana korupsi.

Baca Juga  UU Desa Disahkan, Masa Jabatan Kades jadi 8 Tahun

“Di Singapura itu investigator diberi kewenangan untuk melakukan penyitaan terhadap aset. Aset yang diduga dari aset kejahatan. Jadi mereka diberi kewenangan,” pungkasnya.

Reporter: Yulius N