Denpasar – PT Bali Turtle Island Development (BTID) kembali menunjukkan wajah aslinya. Mengklaim menjunjung tinggi konsep Tri Hita Karana sebagai landasan proyek Kura Kura Bali, kenyataannya hanya omong kosong yang dijual demi menggaet investor asing.

Insiden tertahannya wartawan berinisial AD dalam acara “Tri Hita Karana Universal Reflection Journey” hanyalah satu dari sekian banyak bukti bahwa harmoni yang mereka gembar-gemborkan tidak lebih dari propaganda.

Pernyataan BTID soal insiden ini, yang disebut “miskomunikasi,” tidak masuk akal. Wartawan yang menjalankan tugas jurnalistik merupakan fungsi penting dalam demokrasi malah dipersulit masuk ke acara.

Bahkan setelah “klarifikasi” dan permintaan maaf mereka, pertanyaan utama tetap tak terjawab, mengapa penyelenggara tidak bisa menjamin alur yang profesional untuk media?

Baca Juga  SPBU di Jembrana Siapkan Dua Liter Pertamax Gratis bagi yang Hafal Sumpah Pemuda

Ataukah ini memang cerminan dari sistem mereka yang lebih peduli pada tamu VIP ketimbang orang-orang yang bekerja untuk menyuarakan kebenaran?

BTID terus menjual konsep budaya Bali, namun keberpihakan mereka pada masyarakat lokal nihil. Di mana posisi masyarakat Bali dalam proyek raksasa ini?

Tanah adat terancam, lapangan kerja strategis minim bagi lokal, dan akses publik dikekang. Tri Hita Karana yang sesungguhnya berbicara soal harmoni, tapi BTID tampaknya hanya sibuk membangun istana bagi investor asing dan meninggalkan masyarakat Bali di pinggiran, sebagai penonton yang diabaikan.

Mari kita jujur proyek ini bukan tentang kesejahteraan Bali. Ini tentang keuntungan pribadi segelintir orang yang menggunakan budaya Bali sebagai tameng untuk mengeksploitasi sumber daya lokal demi memuaskan investor global.

Baca Juga  KPU Bali Luncurkan Maskot dan Jingle Pilgub 2024

Klaim harmoni manusia dengan alam dan Tuhan hanyalah iklan murahan untuk menyamarkan kenyataan eksploitasi brutal yang dikemas dengan estetika.

Dengan segala janji kosongnya, proyek ini hanya menambah daftar panjang eksploitasi yang membebani tanah Bali. Jangan biarkan konsep luhur Tri Hita Karana dijadikan alat propaganda oleh korporasi yang hanya peduli pada laba.

Ini bukan soal miskomunikasi wartawan. Ini adalah pengabaian masyarakat Bali, pelecehan terhadap budaya, dan penghianatan terhadap esensi Tri Hita Karana. (wan)

Editor: Irawan