Buleleng – Sengketa mengenai tanah negara bekas Hak Guna Bangunan (HGB) yang masa berlakunya telah berakhir di Desa Pancasari terus memanas.

Banyak pihak menyayangkan ketidak hadiran PT Sarana Buana Handara (SBH) dalam acara dengar pendapat yang difasilitasi Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (PERKIM) Kabupaten Buleleng menimbulkan kesan kekecewaan.

Dikonfirmasi terpisah Kuasa hukum PT SBH, Asep Jumarsa, S.H, M.H, C.L.A, mengaku tidak mendapat undangan. Pihaknya pun menegaskan untuk selanjutnya jika diundang PERKIM Buleleng ia pastikan untuk hadir. “Jika diundang PERKIM pasti hadir,” tulis Asep Jumarsa dalam pesan singkat, Selasa (24/12/2024)

Lebih lanjut ia menegaskan bahwa kliennya memiliki hak prioritas berdasarkan ketentuan Pasal 37 ayat (3) dan (4) Peraturan Pemerintah (PP) No. 18 Tahun 2021.

Baca Juga  Tanah Pura Jadi Objek Sengketa, Jro Mangku Swagina: Awas Durhaka!

Dalam keterangannya, Asep Jumarsa menjelaskan bahwa status tanah tersebut memang telah kembali menjadi tanah negara, namun bekas pemegang HGB memiliki keistimewaan untuk mengajukan permohonan pengelolaan kembali.

“Pasal 37 PP No. 18 Tahun 2021 dengan jelas menyatakan bahwa bekas pemegang hak diberikan prioritas untuk mengajukan kembali permohonan atas tanah eks-HGB. Klien kami, PT Sarana Buana Handara, adalah bekas pemegang HGB No. 44 tahun 2003 yang memperoleh hak tersebut secara sah melalui proses jual beli,” ujar Asep Jumarsa.

Sisi lain ia juga menyinggung adanya nota kesepahaman (MoU) antara pihak SBH dengan Kepala Desa Pancasari dan Bendesa Adat. Dalam MoU tersebut, disepakati bahwa jika SBH berhasil mendapatkan hak pengelolaan tanah kembali, mereka akan bekerja sama dengan Bumdes Pancagiri Kencana untuk mengelola tanah tersebut secara produktif dengan sistem bagi hasil.

Baca Juga  Ahli: Hak PT SBH Gugur, SHGB 44 Otomatis Kembali Tanah Negara

“Klien kami tidak hanya mengajukan permohonan HGB semata, tetapi juga telah menjalin komunikasi dengan perangkat desa dan masyarakat setempat untuk memastikan manfaat ekonomi dari tanah tersebut dapat dirasakan oleh warga desa, terutama melalui Bumdes Pancagiri Kencana,” jelasnya.

Asep Jumarsa menegaskan bahwa pihaknya menjalankan proses pengajuan HGB sesuai dengan aturan yang berlaku dan terbuka terhadap dialog.

“Kami selalu membuka pintu komunikasi dengan pihak-pihak yang keberatan, termasuk warga yang memanfaatkan tanah tersebut. Namun, klaim kepemilikan tanpa dasar hukum oleh beberapa warga tentu tidak dapat dibenarkan,” tambahnya.

Dalam pembelaannya, kuasa hukum SBH juga menyoroti komitmen kliennya sebagai wajib pajak. Meski status tanah tersebut telah kembali menjadi tanah negara, SBH tetap membayar pajak atas lahan itu sebagai bentuk tanggung jawab dan itikad baik.

Baca Juga  Sejumlah Pengempon Puri Satria Dilaporkan ke Polda Bali Terkait Dugaan Penipuan Jual Beli Tanah

Menanggapi kritik bahwa SBH menggunakan dalih hak prioritas untuk mempertahankan monopoli,
Asep Jumarsa membantah tegas.

“Klien kami tidak pernah menghalangi warga untuk mengajukan permohonan serupa ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). Namun, perlu diingat, prioritas pengelolaan tetap berada pada bekas pemegang hak, sebagaimana diatur dalam peraturan,” tegasnya.