Denpasar – Penghentian layanan transportasi publik Trans Metro Dewata (TMD) di Bali sejak awal Januari 2025 menimbulkan kekhawatiran berbagai pihak.

Sejak diluncurkan, TMD telah menjadi salah satu opsi transportasi terjangkau bagi masyarakat Bali, terutama untuk pekerja harian, pelajar, dan wisatawan yang mencari moda transportasi murah dan ramah lingkungan.

Akademisi sekaligus peneliti di bidang angkutan umum dari Politeknik Negeri Bali (PNB) Dr. Ir. Putu Hermawati, M.T. menilai, keputusan untuk menghentikan operasional TMD membawa sejumlah implikasi yang berpotensi mempengaruhi berbagai aspek.

Ia menyebut, masyarakat yang selama ini bergantung pada TMD akan mengalami kesulitan mobilitas. Selain itu, penghentian TMD juga mendorong peningkatan ketergantungan pada kendaraan pribadi atau moda transportasi lain seperti ojek online dan taksi, yang berpotensi menaikkan pengeluaran harian masyarakat untuk transportasi.

Baca Juga  Belasan Ribu Masyarakat Tandatangani Petisi Tolak Pemberhentian Trans Metro Dewata

“Peralihan ini tidak hanya berdampak pada ekonomi rumah tangga, tetapi juga memicu kemacetan di wilayah-wilayah utama seperti Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan,” ujarnya kepada Wacanabali.com, Minggu (4/1/25).

“Masyarakat mungkin kehilangan kepercayaan pada keberlanjutan layanan transportasi umum yang dikelola pemerintah, sehingga kemungkinan mengurangi minat mereka menggunakan layanan serupa di waktu yang akan datang,” sambung Hermawati.

Dampak lain yang disoroti adalah pada sektor pariwisata dan tenaga kerja. Wisatawan yang biasa mengandalkan transportasi umum dapat merasa kesulitan, serta dalam jangka panjang menciptakan citra negatif Bali sebagai destinasi wisata. “Ini tentu bisa menurunkan daya tarik pariwisata Bali di mata wisatawan,” kata Hermawati.

Di samping itu, penghentian operasional ini juga berdampak langsung pada para pengemudi, teknisi, dan staf pendukung TMD, yang kehilangan pekerjaan pasca transportasi publik ini berhenti beroperasi.

Baca Juga  Disayangkan Berbagai Pihak, Trans Metro Dewata Berhenti Beroperasi Mulai 1 Januari 2025

Hermawati menegaskan, dampak sosial ini perlu menjadi perhatian serius karena menyangkut kesejahteraan banyak pihak.

Menurut Hermawati, keberadaan TMD selama ini merupakan langkah positif untuk menarik minat masyarakat beralih ke transportasi publik. Ia menyayangkan penghentian TMD, mengingat pentingnya pengembangan layanan transportasi publik di tanah dewata ini.

Untuk menarik minat masyarakat menggunakan transportasi umum, sambungnya, diperlukan upaya jangka panjang yang menyasar beberapa aspek utama.

Pertama, ia merinci, kualitas layanan harus ditingkatkan. Ini meliputi ketepatan waktu bus, keandalan jadwal, dan penggunaan teknologi seperti real-time tracking pada aplikasi seperti Teman Bus dan Mitra Darat agar penumpang dapat memantau kedatangan bus secara akurat.

Kedua, edukasi dan promosi berkelanjutan juga sangat penting. Masyarakat perlu terus diedukasi mengenai manfaat transportasi publik, didukung promosi tarif khusus untuk pelajar, mahasiswa, dan lansia, serta sistem pembayaran yang mudah dipahami.

Baca Juga  Komunitas Pengguna Harap TMD Kembali Beroperasi, Bali Darurat Transportasi Publik?

Ketiga, aksesibilitas dan konektivitas harus menjadi perhatian, termasuk menyediakan layanan first miles dan last miles, tempat parkir yang aman, dan integrasi dengan moda transportasi lain untuk mempermudah akses masyarakat.

Terakhir, Hermawati menyoroti pentingnya menjaga kualitas bus dan fasilitas pendukung. Bus harus tetap nyaman dan bersih, sementara halte perlu dibuat lebih aman, teduh, dan terawat, bukan hanya sekadar halte virtual seperti yang ada selama ini.

“Dengan langkah-langkah ini, masyarakat akan merasa lebih nyaman dan cenderung beralih ke transportasi publik,” ujar Hermawati.

Reporter: Komang Ari