Denpasar – Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Provinsi Bali mencatat 386 laporan dispensasi perkawinan anak di Bali pada tahun 2024.

Hal ini disampaikan oleh Ketua KPAD Bali Ni Luh Gede Yastini saat memaparkan laporan tahun 2024, di Denpasar, Jumat (17/1/25).

Yastini mengatakan laporan dispensasi perkawinan anak ini meningkat tinimbang tahun sebelumnya yang berada di angka 335. Mirisnya, usia perkawinan paling muda tahun ini, berada di bawah usia 14 tahun.

“Ini kami dapatkan dari data dispensasi kawin yang diajukan kepada Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama se-Bali, tahun 2024 ini meningkat yang mengkhawatirkan adalah anak yang mengajukan dispensasi kawin ini yang paling muda itu di bawah 14 tahun,” ujarnya kepada awak media.

Baca Juga  KPAD Bali Soroti Kerentanan Anak dalam Situasi Banjir

“Kemudian yang menjadi pasangannya, mempelai laki-lakinya itu banyak yang berusia di atas 20 tahun, jadi dewasa ya,” imbuhnya.

Lebih lanjut dijabarkan, angka perkawinan anak tertinggi berada di Kabupaten Buleleng dengan temuan 140 kasus, kemudian disusul Jembrana dengan 51 kasus, dan Karangasem dengan 44 kasus.

“Itu banyak mengajukan dispensasi. Alasannya, yang kita lihat kemarin dari pengadilan kenapa mereka meloloskan, karena dispensasi hamil. Yang kedua, yang paling menyedihkan adalah mereka sudah melakukan perkawinan dulu di adat,” ungkap eks Direktur YLBHI-LBH Bali ini.

Ia menegaskan, pemberian dispensasi perkawinan anak seharusnya ditinjau lebih serius dan diperketat agar tidak disalahgunakan. Mengingat, sambung dia, perkawinan anak memiliki dampak negatif bagi kondisi psikologis, fisik, kesehatan reproduksi, dan sosial anak.

Baca Juga  Dua Hal ini Dinilai Picu Kasus Perkawinan Anak di Bali

“Jadi, ada dua hal kalau dalam dispensasi kawin. Sebelum terjadi perkawinan kan harus ada edukasi banyak-banyak, misalnya soal kesehatan reproduksinya, gimana menjaga dirinya. Kemudian sepaskah terjadinya perkawinan anak ini kan harus ada pendampingan,” sambungnya.

Yastini berharap, kedepan penanganan isu perkawinan anak menjadi perhatian serius seluruh pihak, terutama dalam melakukan upaya-upaya preventif maupun kuratif.

“Harapan kami, di tahun 2025 ini Pemprov Bali dan pemerintah kabupaten/kota memperkuat upaya perlindungan anak, mendorong kebijakan khusus untuk bicara tentang perkawinan anak, dengan melibatkan multistakeholder. Kemudian kita juga harapkan sinergi dengan MDA (Majelis Desa Adat, red) karena posisi adat sangat kuat untuk menanggulangi persoalan perkawinan anak,” tambahnya.

Baca Juga  KPAD Bali Soroti Temuan Sekolah Asing Tak Berizin

Reporter: Komang Ari