Denpasar – Klarifikasi PT Bali Turtle Island Development (BTID) terkait perubahan nama Pantai Serangan menjadi Pantai Kura-Kura Bali di Google Maps terus menuai polemik. Anggota DPR RI, Nyoman Parta, menilai penjelasan BTID justru menimbulkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban.

“BTID mengatakan ini hanya sisa dari acara World Water Forum (WWF) Mei 2024, tapi mengapa sampai sekarang, Januari 2025, nama pantai belum dikembalikan? Kalau memang ini hanya dampak dari acara sementara, harusnya sejak awal bisa segera dikoreksi,” kata Nyoman Parta di Denpasar, Senin (28/1).

BTID sebelumnya menyatakan bahwa perubahan nama dilakukan oleh panitia WWF dari kementerian terkait. Namun, Nyoman Parta mempertanyakan logika di balik pernyataan tersebut.

“Apakah kementerian bisa seenaknya mengganti nama pantai tanpa koordinasi dengan pemegang HGB atau pihak terkait? Ini justru menimbulkan pertanyaan baru, siapa yang sebenarnya bertanggung jawab?” tegasnya.

Baca Juga  Dihadapan Nyoman Parta, Krama Adat Kelecung Paparkan Sejarah Penguasaan Lahan Sengketa

BTID juga mengklaim masih berkoordinasi dengan pemerintah pusat untuk mengembalikan nama pantai. Namun, Nyoman Parta menilai alasan ini tidak masuk akal.

“Kalau memang hanya masalah teknis di Google Maps, kenapa harus menunggu izin pemerintah pusat? Ini terkesan hanya alasan untuk menunda atau mengaburkan kepentingan di balik perubahan nama ini,” tandasnya.

Nyoman Parta mendesak BTID dan pihak terkait untuk segera mengembalikan nama Pantai Serangan dan memastikan bahwa ruang publik tetap menjadi milik masyarakat.

“Jangan sampai dalih ini hanya di Google Maps’ menjadi langkah awal untuk menggiring persepsi bahwa Pantai Serangan bukan lagi milik publik, tetapi milik entitas bisnis. Ini harus segera diluruskan!” pungkasnya.

Untuk diketahui sebelumnya, PT Bali Turtle Island Development (BTID) memberikan klarifikasi terkait perubahan nama Pantai Serangan menjadi Pantai Kura-kura Bali di Google Maps.

Kepala Komunikasi PT BTID, Zakki Hakim, memastikan bahwa perubahan nama tersebut tidak dilakukan oleh pihak BTID.

Baca Juga  Keren! Pernikahan Anak Anggota DPR RI Bali Ini Nihil Plastik Sekali Pakai

“Satu, nggak ada dari kita mengubah namanya. Kalau mengubah itu kan tentu harus ada prosesnya. Kalau itu kan hanya di Google Maps aja. Itu sisa dari waktu acara Mei 2024, World Water Forum (WWF) tahun lalu. Waktu itu dari panitia pusat dari kementerian dan sebagainya mereka bikin QR Code buat para peserta, kan ada 3.000 peserta tuh. Nah, untuk mempermudah supaya tamu-tamu gampang datang, itu mereka harus dibikin di situ. Sampai sekarang ya belum ada yang ganti lagi aja,” jelas Zakki, di media sosial facebook Info Serangan.

Ia menambahkan bahwa perubahan nama tersebut semata-mata terjadi karena keperluan acara internasional tersebut.

“Kalau diperhatiin di situ, selama ini juga nggak pernah ada namanya, kok. Itu (Pantai Kura-kura Bali) sisa dari acara Mei 2024 kemarin,” imbuhnya.

Baca Juga  Nyoman Parta: NIB Hanya Identitas Usaha Bukan Izin Membangun dan Beroprasi

Terkait rencana untuk mengembalikan nama pantai seperti semula, Zakki menyebutkan bahwa hal tersebut masih memungkinkan, tetapi memerlukan proses.

“Kalaupun akhirnya nanti kita yang mengajukan (perubahan nama) ke Google, itupun prosesnya mungkin bakal makan waktu beberapa minggu karena Google biasanya ada verifikasi dulu,” katanya.

Zakki juga menegaskan bahwa tidak ada niat klaim sepihak atas pantai tersebut.
Nggak ada, itu cuma karena acaranya aja waktu itu,” ucapnya.

Saat ditanya soal status kepemilikan pantai, Zakki menjelaskan bahwa lahan daratan pantai memang merupakan HGB milik PT BTID.

“Kalau lahannya memang lahan HGB milik PT BTID, kalau daratnya, betul,” terangnya.

Untuk langkah selanjutnya, Zakki menyebutkan pihaknya akan berkoordinasi dengan pemerintah terkait. “Soalnya waktu itu kan acaranya pusat, ya secara internasional. Jadi, nanti kita nanya dulu sama mereka, boleh kita ganti atau gimana,” tutupnya.