Denpasar – PT Bali Turtle Island Development (BTID) kembali menuai kontroversi di Pulau Serangan. Kali ini, perusahaan yang dipimpin Tantowi Yahya itu dituding menghapus identitas sejarah dengan mengganti nama Pantai Serangan menjadi Pantai Kura-Kura dan memasang plang Jalan Kura-Kura tanpa izin. Masyarakat Bali pun geram, menilai tindakan ini sebagai bentuk penghapusan nama Pulau Serangan yang kaya sejarah.

Menyikapi polemik ini, Anggota DPR RI I Nyoman Parta dan Adi Wiryatama, bersama Anggota DPD RI Ni Luh Djelantik, serta Anggota DPRD Denpasar Putu Melati Purbaningrat turun langsung ke Pulau Serangan. Mereka menemui warga yang menolak perubahan nama dan langsung mendatangi PT BTID untuk meminta klarifikasi pada Kamis (30/1/2025).

Baca Juga  Jalan Mulus, PT BTID Sudah HGB 62 Ha Tahura, Kini Mohon Lagi 27 Ha

Dalam pertemuan tersebut, Nyoman Parta dengan tegas menegur Tantowi Yahya yang dinilai bertindak menimbulkan kontroversi.

“Pak Tantowi, Anda terlalu berani! Pengusaha itu harus patuh aturan, bukan asal pasang nama jalan tanpa izin! Cabut segera!” tegas Parta di hadapan jajaran PT BTID.

Parta mengingatkan bahwa perubahan nama jalan dan pantai bertentangan dengan Perda Nomor 8 Tahun 2021 tentang RTRW Kota Denpasar. Ia juga menegaskan bahwa nama Pantai Serangan harus dikembalikan, karena telah diakui secara resmi dalam peraturan daerah.

Tantowi Yahya mencoba berdalih bahwa perubahan nama hanya bersifat sementara untuk kebutuhan World Water Forum (WWF). Namun, alasan ini justru semakin memperkuat dugaan bahwa BTID bertindak tanpa koordinasi dengan masyarakat dan pemerintah daerah.

Baca Juga  Proses Diduga Ganjil, 62 Hektar Tahura Bisa Disertifikatkan PT BTID

Setelah mendapat tekanan keras dari Nyoman Parta dan masyarakat, Tantowi akhirnya menyerah dan berjanji mencabut nama Jalan Kura-Kura dan mengembalikan nama asli Pantai Serangan.

Namun, peristiwa ini menjadi peringatan keras bagi PT BTID dan pengembang lainnya agar tidak sembarangan mengubah identitas wilayah tanpa persetujuan masyarakat. Pulau Serangan bukan sekadar aset investasi, melainkan bagian dari sejarah dan warisan budaya Bali yang harus dihormati.