Denpasar – Pakar Hukum Kenotariatan, I Made Pria Dharsana menyesalkan adanya tindakan warga negara (WN) Jerman yang menguasai 34 sertifikat hak milik (SHM) atas tanah 1,8 hektar di Tegallang Ubud, Gianyar.

Menurut Pria Dharsana, tindakan WN Jerman itu adalah pelanggaran serius. Pasalnya, dalam ketentuan Undang-undang nomor 25 tahun 2007 dan Undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, WNA tidak diperkenankan memiliki hak atas tanah sebidang pun di Indonesia.

Namun, yang terjadi justru WN Jerman ini menguasai 34 SHM atas tanah 1,8 Hektar.
Ia lantas meminta Polda Bali untuk mengusut tuntas.

Lebih lanjut, Pria Dharsana mengatakan mesti ditelusuri apakah yang menjadi dasar WN Jerman mrnguasai atau memegang SHM tersebut.

Baca Juga  Malam Takbir di Denpasar, 5 Masjid Dapat Pengamanan Khusus Polda Bali, Ada Apa?

“Itu yang harus ditelusuri dulu, apa yang menjadi dasar penguasaan tanah oleh orang asing itu. Apakah penguasaan itu baru sebatas pengikatan jual-beli (peralihan) atau sudah balik nama ke atas nama PT atau orang asing tersebut,” kata Made Pria Dharsana saat ditemui, Rabu (29/1/2025).

Ia kemudian menjelaskan bahwa pada prinsipnya WNA hanya memiliki hak kepemilikan tanah dan bangunan dengan hak pakai dan hak sewa.

“Kalau dimiliki orang asing secara pribadi status tanah tidak bisa dimiliki dengan hak milik. Yang orang asing sebagaimana ketentuan dalam PP nomor 103 tahun 2016 maka orang asing sebagaimana perubahan PP 41 tahun 1996 orang asing hanya dapat memiliki dua di Indonesia, satu hak pakai kedua hak sewa,” paparnya.

Baca Juga  Suami Dikorbankan di Kasus PT DOK, Istri Diancam Diperkosa

Pria Dharsana kemudian menyinggung sistem perizinan Online Single Submission (OSS). Kata dia, bisa jadi WN Jerman tersebut melakukan izin melalui OSS, tanpa sepengetahuan pihak-pihak terkait di tingkatan daerah.

Ia mengatakan bahwa sistem perizinan OSS ini disatu sisi memberi kemudahan untuk berinvestasi di Indonesia. Namun, di lain sisi juga bisa memberikan dampak negatif lantaran tidak dicek secara betul izin Amdal dan sebagainya.

“Memang betul proses perizinan dilakukan lewar OSS kan melalui Dirjen Hukum dan HAM jadi satu pintu saja untuk proses perizinan, baik tentang IMB, izin Amdal, izin bangunan, jadi sekarang bisa cepat keluar. Sehingga dampak yang bisa muncul hari ini itu kan kelihatan, banyak daerah atau kepala daerah yang tidak ngerti, tiba-tiba izin sudah keluar,” pungkasnya.

Baca Juga  Satgas Humas Polda Bali Siap Amankan Pemilu 2024

Made Pria lantas menyarankan agar pemerintah pusat melibatkan pemerintah daerah bersama stakeholder terkait untuk mengevaluasi sistem OSS.

“Soal bagaimana OSS berdampak kurang baik bagi daerah, oleh karena itu mesti dilakukan evaluasi dengan seluruh pemangku kebijakan, pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota,” pungkasnya.

Reporter: Yulius N