Denpasar – Seluruh unsur pimpinan Bali menyatakan sikap tegas menolak keberadaan organisasi kemasyarakatan (ormas) yang menyaru menjaga ketertiban, namun justru berperilaku preman, menebar ancaman, dan menciptakan ketegangan sosial.

Penolakan ini ditegaskan langsung oleh Gubernur Bali Wayan Koster bersama jajaran Forkopimda Bali, termasuk Ketua DPRD Bali Dewa Made Mahayadnya, Pangdam IX/Udayana, Kapolda Bali, Kajati Bali, Ketua Pengadilan Tinggi Denpasar, Danrem 163/Wira Satya, serta Kepala BIN Daerah Bali.

“Bali tidak butuh ormas yang menggunakan kedok sosial untuk memprovokasi, mengintimidasi, dan mengganggu ketenangan masyarakat. Ini jelas merusak citra pariwisata kita,” tegas Koster dalam konferensi pers di Jaya Sabha, Senin (12/5).

Koster menegaskan, keamanan Bali telah terjamin melalui sinergi TNI-Polri serta sistem pengamanan berbasis adat seperti Sipandu Beradat dan Bankamda. Ia menyebut ormas-ormas yang belum terdaftar atau tidak mematuhi aturan perundangan tidak diakui dan dilarang beroperasi di wilayah Bali.

Baca Juga  Gubernur Koster Tegaskan Percepatan Proyek Strategis, Siapkan Infrastruktur Bali Menuju 2026

“Penanganan keamanan adalah urusan negara dan desa adat. Tidak ada ruang bagi ormas liar yang bertindak seenaknya,” ujarnya.

Saat ini tercatat 298 ormas resmi dengan SKT di Bali, yang bergerak di bidang sosial, budaya, lingkungan, dan kemanusiaan. Pemerintah Provinsi Bali memiliki kewenangan untuk menolak menerbitkan SKT terhadap ormas yang tidak sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah.

Koster juga mengapresiasi sikap warga yang menolak premanisme berkedok ormas, serta menegaskan pentingnya menjaga harmoni dan kedamaian Bali melalui budaya gotong royong dan nilai-nilai lokal seperti gilik-saguluk, salunglung sabayantaka.

“Semua warga, termasuk pendatang, wajib menjunjung nilai Bali dan tidak menciptakan kegaduhan. Kita ingin Bali tetap aman, damai, dan bermartabat,” pungkas Koster.

Baca Juga  Giri Prasta kepada Kader PDIP Badung: Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur Adalah Pengabdian