Karangasem – Gubernur Bali Wayan Koster kembali menorehkan warisan penting bagi Bali dengan meresmikan sistem pemipaan air suci (Tirta) dari mata air Tirta Lateng menuju Penataran Agung di Pura Besakih. Serah terima program pipanisasi ini berlangsung di Pura Agung Besakih, Desa Adat Besakih, Kecamatan Rendang, Karangasem, pada Jumat (23/5).

Tirta, dalam tradisi Hindu Bali, bukan sekadar air biasa. Ia dipercaya sebagai sarana pembersih lahir dan batin, serta wajib hadir dalam setiap upacara keagamaan. Di kawasan suci Besakih, kebutuhan akan Tirta sangat vital karena menjadi sumber spiritual dalam upacara-upacara besar umat Hindu.

Selama ini, pasokan Tirta kerap terkendala karena alirannya harus diambil langsung dari sumber mata air di pegunungan. Namun kini, berkat inisiatif Forum Rare Angon yang didukung penuh oleh Pemprov Bali dan Desa Adat Besakih, air suci dari Tirta Lateng berhasil disalurkan melalui jaringan pipa sejauh dua kilometer langsung ke kawasan Penataran Agung Kiwa Tengen Besakih.

Baca Juga  Koster: Kalau Desa Tunggul dan Taro Bisa Kelola Sampah Sendiri, Desa Lain Pasti Bisa!

“Suatu usaha yang sangat mulia, pemipaan air dari Tirta Lateng ke Kiwa Tengen Besakih. Ini adalah anugerah untuk umat,” ujar Gubernur Koster saat diwawancarai wartawan dengan penuh syukur.

Gubernur asal Sembiran itu menegaskan, aliran air yang telah terpasang ini memiliki debit tinggi dan bahkan melebihi kebutuhan untuk pelaksanaan upacara. Dengan demikian, Pamedek (umat) yang datang bersembahyang, khususnya pada puncak-puncak karya besar, tidak akan lagi mengalami kesulitan mendapatkan Tirta.

Meski aliran Tirta kini telah langsung masuk ke area Pura Besakih melalui pipa, Gubernur Koster menegaskan bahwa tradisi pengambilan Tirta ke sumber tetap dipertahankan. Upacara pengambilan air suci oleh para pemangku dari mata air Tirta Lateng tetap akan dilaksanakan sebagai bagian dari warisan budaya sakral yang tidak boleh ditinggalkan.

Baca Juga  Koalisi Merah-Putih Pilgub Bali, Akankah Terjadi ?

“Tradisi pengambilan Tirta dari sumber tetap dijaga. Ini bukan hanya soal airnya, tetapi tentang nilai, prosesi, dan keyakinan umat yang harus dilestarikan,” ujar Koster.

Ketua Forum Rare Angon Bali, Dr. I Ketut Agus Karmadi, menjelaskan bahwa program ini lahir dari keprihatinan atas terbatasnya jalur distribusi Tirta selama ini. Terlebih, Pura Besakih memiliki 31 titik Tirta yang tersebar di 26 kompleks pura, semuanya memerlukan pasokan air suci yang stabil dan layak.

Bendesa Adat Besakih, Jro Mangku Widiartha, pun menyampaikan apresiasi mendalam atas langkah konkret ini. Ia menyebut bahwa keberadaan pipa air ini menjadi harapan besar menjelang pelaksanaan upacara besar Mupuk Pedagingan di tahun 2026, yang terakhir kali dilaksanakan 32 tahun lalu.

Baca Juga  Sikap Tegas Gubernur Koster Tuai Pujian

“Terima kasih kepada Bapak Gubernur dan Forum Rare Angon. Dengan adanya pasokan Tirta yang baru ini, upacara Mupuk Pedagingan tahun 2026 bisa berjalan lancar,” ujarnya.

Program pipanisasi air suci ini bukan hanya menyelesaikan persoalan teknis, tetapi juga menjadi simbol keseimbangan antara inovasi dan pelestarian tradisi. Sebuah warisan spiritual yang akan dirasakan manfaatnya oleh generasi mendatang. Bagi umat Hindu di Bali, ini bukan sekadar proyek, melainkan bagian dari upaya menjaga kesucian dan keberlanjutan nilai-nilai luhur di Pura paling agung di Bali yaitu Pura Besakih.

Reporter: Wayan Irawan