Pelapor Bongkar Demer Sebagai Otak Skandal Korupsi APD COVID-19
Jakarta – Kasus dugaan penyalahgunaan jabatan yang menyeret nama politisi senior Gde Sumarjaya Linggih (GSL) alias Demer kembali mencuat ke permukaan. Kali ini, desakan datang dari pelapor utama kasus, Gede Angastia, yang menyatakan bahwa laporan yang ia ajukan ke Kejaksaan Agung sudah memasuki tahap serius dan sedang berproses di Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).
“Laporan saya sudah masuk dan dipertanyakan langsung di Jampidsus. GSL akan diperiksa lagi, tinggal tunggu pemanggilan. Kali ini, tidak ada celah untuk berkelit,” ujar Gede Anggas kepada awak media, Sabtu (14/6/2025), dengan nada tegas.
Anggas menegaskan bahwa GSL diduga kuat melanggar Pasal 236 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), yang melarang anggota legislatif merangkap jabatan di perusahaan swasta.
“GSL tercatat sebagai Komisaris di PT EKI. Ini pelanggaran serius, baik secara etika maupun pidana. Tapi sampai hari ini, KPK tak menyentuh aspek ini,” tandasnya.
Yang lebih mencengangkan, kata Anggas, PT EKI bukanlah perusahaan di sektor alat kesehatan, melainkan bergerak di bidang perpipaan. Namun pada 28 Maret 2020, hanya delapan hari setelah GSL tercatat dalam akta sebagai komisaris (tanggal 20 Maret 2020), PT EKI tiba-tiba ditunjuk langsung oleh Kementerian Kesehatan untuk pengadaan alat pelindung diri (APD) saat pandemi Covid-19.
“Bagaimana mungkin perusahaan pipa mendadak jadi penyedia APD? Ini bukan hanya soal maladministrasi, tapi indikasi pengkondisian proyek dengan kepentingan politik. Jelas ada skenario yang didesain secara sistematis,” tegasnya.
Awalnya, GSL sempat menyangkal keterlibatannya, berdalih hanya dipinjam namanya. Namun Anggas menyebut, bukti akta perusahaan yang ia peroleh dari Kementerian Hukum dan HAM menunjukkan peran GSL sebagai Komisaris tidak bisa dibantah.
“Begitu saya bongkar akta itu, mereka mulai gelagapan. Dari awal bilang tidak tahu, lalu mengaku hanya tiga bulan menjabat. Tapi delapan hari setelah masuk, langsung dapat proyek besar dari Kemenkes? Aneh kalau KPK tidak menelisik siapa aktor intelektualnya,” sindir Anggas
Anggas yang dikenal pernah tinggal di Miami, Florida, Amerika Serikat, juga menyampaikan bahwa kejanggalan ini harus dilihat sebagai bentuk kolusi, nepotisme, dan korupsi yang terang-terangan. Ia menegaskan bahwa selama kasus ini belum dibuka secara utuh, akan terus muncul pertanyaan di tengah masyarakat.
“Seluruh benang merahnya sudah jelas. Aktornya jelas. Bukti akta ada. Proyeknya ada. Posisi strategisnya jelas. Ini bukan lagi soal tudingan, ini soal keberanian penegak hukum berdiri di sisi rakyat,” pungkas Anggas.
Desakan agar proses hukum tidak berhenti hanya pada formalitas pun datang dari berbagai pihak, termasuk Sekretaris Garda Tipikor Indonesia (GTI) Panca Dwikora A.S menyebut, bahwa kasus ini menjadi alarm keras atas potensi penyalahgunaan kekuasaan selama pandemi.
“Jika terbukti, GSL bisa dijerat pasal berat, bahkan ancaman hukuman mati, sesuai dengan kebijakan negara terhadap koruptor dana Covid-19,” ucap Panca
GTI juga mendesak Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI untuk tidak tinggal diam. “Ini bukan sekadar pelanggaran etika. Ini menyangkut pengkhianatan terhadap amanat rakyat. Anggota dewan yang merangkap jabatan dan memanfaatkan kedudukannya untuk bisnis pribadi harus dicopot, bukan diberi ruang pembelaan,” lanjutnya.
Sementara itu, Boyamin Saiman dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mempertegas bahwa dalam kasus seperti ini, peran aktor intelektual harus menjadi fokus utama penegakan hukum.
“Sejak GSL masuk akta PT EKI tanggal 20 Maret 2020, lalu hanya berselang delapan hari ditunjuk Kemenkes sebagai penyedia APD, ini jelas bukan kebetulan. Ini skenario, dan GSL patut diduga sebagai aktor intelektual,” kata Boyamin.
Ia menambahkan bahwa penunjukan langsung perusahaan yang tidak memiliki kompetensi di bidang kesehatan menunjukkan adanya penipuan administrasi yang sistematis.
“Lebih parah lagi, ini dilakukan oleh pejabat negara aktif, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI yang membidangi BUMN dan perdagangan. Ini tidak bisa hanya dianggap pelanggaran etik. Ini kejahatan berat,” tegas Boyamin.
Bantahan Demer terkait Tuduhan Korupsi
Sebelumnya Gede Sumarjaya Linggih (Demer) membantah tuduhan terlibat korupsi pengadaan APD di Kemenkes tahun 2020. Melalui pesan WhatsApp, Jumat (21/3/2025) kepada awak media, Demer menegaskan hanya tiga bulan menjabat komisaris di perusahaan yang dimaksud, dan tidak tahu jika perusahaan itu belakangan digunakan untuk pengadaan APD. Ia juga mengaku sudah menjelaskan hal ini ke KPK.

Tinggalkan Balasan