Buleleng – Gubernur Bali Wayan Koster mengumumkan pencapaian signifikan dalam pengembangan industri Arak Bali. Dalam sambutannya pada Final Lomba Mixology Arak Bali di Buleleng, Minggu (16/6), Koster menyampaikan bahwa hingga kini sudah ada 65 brand Arak Bali yang telah legal, mengantongi izin BPOM dan berpita cukai.

“Sejak diterbitkannya Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2020, dunia perarakkan Bali bergerak cepat. Dalam dua tahun, para perajin riset dan berinovasi. Kini sudah lahir 65 brand dengan kemasan yang bagus, harga bisa sampai Rp700 ribu per botol, dan sudah lolos BPOM serta cukai,” kata Koster.

Ia juga menyampaikan bahwa Arak Bali kini mulai memasuki pasar ekspor. Salah satunya adalah PT Lovina Industri di Banyuning, Buleleng, yang tengah memproses pengiriman Arak Bali ke Tiongkok.

Baca Juga  Ditetapkan Pimpin Bali, Koster-Giri Ajak Krama Bali Dukung Pembangunan Lima Tahun Kedepan

“China memilih Arak Bali setelah menguji berbagai produk alkohol dari banyak negara. Yang dipilih adalah Arak Bali. Ini membanggakan,” ujar Koster.

Koster menambahkan, saat melakukan kunjungan ke Polandia pada 13 Juni lalu, ia sempat mengecek etalase produk Arak Bali di toko duty free internasional. Ia mengklaim, produk tersebut laku keras.

“Saya tanya pedagangnya, gimana lakunya? Katanya, datang 100 botol, langsung habis,” ungkapnya.

Koster juga menyinggung perjuangan panjang dalam melegalkan Arak Bali. Ia mengaku harus memperjuangkan Pergub tersebut langsung ke Kementerian Dalam Negeri karena arak sebelumnya masuk dalam daftar negatif investasi dan kerap dianggap ilegal.

“Dulu arak diuber-uber aparat. Sekarang Arak Bali sudah naik kelas. Ini bukan sekadar minuman, tapi produk budaya dan ekonomi rakyat,” ujarnya.

Baca Juga  Pameran IKM Bali Bangkit 2025 Catat Omzet Harian Tembus Rp30 Juta

Dalam kesempatan itu, Koster menegaskan bahwa gerakan legalisasi Arak Bali merupakan implementasi ideologi Marhaenisme yang berpihak kepada rakyat kecil.

Ia juga menyinggung komitmen Bali dalam memperingati Bulan Bung Karno. Menurutnya, hanya Bali yang secara resmi menetapkan Bulan Bung Karno melalui peraturan gubernur.

“Provinsi lain belum ada yang berani. Bung Karno bukan milik partai, tapi milik bangsa Indonesia. Sudah sepantasnya dimuliakan,” katanya.

Koster menegaskan bahwa pembangunan taman-taman Bung Karno di sejumlah daerah di Bali bukan karena instruksi partai, melainkan dorongan ideologis sebagai bentuk penghormatan terhadap proklamator bangsa.