Rutin Hadir Berbaur dengan Penonton di PKB, Koster Apresiasi Penuh Pentas Drama Gong Lawas
Denpasar – Sejak Pesta Kesenian Bali (PKB) XLVI resmi dibuka pertengahan Juni lalu, Gubernur Bali Wayan Koster terus menunjukkan komitmennya terhadap seni budaya Bali. Ia berulang kali menyambangi panggung-panggung PKB, menghadiri berbagai pertunjukan dari pagi hingga malam, dari tari klasik, musik tradisi, hingga drama gong lawas.
Rabu malam (2/7), Koster kembali hadir bersama istri, Ni Putu Putri Suastini Koster, di Panggung Terbuka Ardha Candra. Kali ini, menyaksikan langsung pagelaran Drama Gong Lawas bertajuk “Sanan Tuak” yang dibawakan Paguyuban Peduli Seni Padsmagol Bali. Ribuan penonton memadati arena, ikut larut dalam kisah penuh sindiran dan nilai moral tentang pengkhianatan dan kekuasaan yang dibungkus dalam balutan lawakan cerdas khas drama gong klasik.
“Saya menyampaikan apresiasi yang setulus-tulusnya. Ini bukan sekadar pertunjukan seni, ini adalah warisan leluhur yang sarat pesan, dan harus terus kita hidupkan,” ujar Gubernur Bali Wayan Koster usai pertunjukan.
Drama yang dimainkan oleh 21 seniman sepuh ini menggambarkan bagaimana kekuasaan bisa berubah menjadi malapetaka ketika dikendalikan oleh patih yang licik dan haus kuasa. Dalam cerita, pemuda desa bernama I Made Karuna bangkit membawa sanan tuak, pusaka peninggalan Ki Dukuh Tanggun Titi, sebagai simbol perlawanan rakyat terhadap kezaliman.
Meski salah satu tokoh legendaris, almarhum Nyoman Suberata (Petruk), tak lagi hadir, pementasan tetap hidup dan menggugah. Nama-nama seperti Mongkeg, Komang Apel, Sang Ayu Ganti, hingga Gede Randana tampil memukau, seolah membawa penonton kembali ke era kejayaan drama gong Bali.
Pagelaran ini, menurut Ketua Paguyuban Peduli Seni, Anak Agung Gede Oka Aryana, bukan hanya panggung nostalgia, tetapi juga ajakan untuk membangkitkan kembali kecintaan masyarakat terhadap seni drama gong. “Kami ingin seniman-seniman lawas punya panggung lagi, dan seni tradisi ini tetap eksis di tengah zaman,” ujarnya.
Sejak hari pertama PKB dibuka, Gubernur Koster selalu hadir dari panggung ke panggung, memberi semangat langsung kepada para seniman, tanpa protokol kaku, tanpa batas. Ia duduk di antara rakyat, menyimak dengan serius, memberi tepuk tangan hangat, bahkan kerap berdiri memberikan penghormatan saat pertunjukan usai.
“Kita tidak bisa hanya menjaga budaya lewat pidato. Harus dengan kehadiran, perhatian, dan keberpihakan nyata,” tegasnya.
Pesta Kesenian Bali bukan sekadar festival tahunan, melainkan cermin peradaban Bali. Dan dengan Gubernur Koster yang terus menyambangi setiap panggung PKB sejak hari pertama, publik Bali pun melihat bahwa seni budaya tidak hanya dihormati dalam kata-kata, tetapi juga dirawat melalui tindakan nyata.
Malam itu, di bawah langit Denpasar dan cahaya Ardha Candra, budaya Bali kembali bersuara lantang. Dan Wayan Koster sebagai sosok yang hadir bukan sebagai tamu, tapi sebagai bagian dari roh kebudayaan itu sendiri, dan menjadi saksi bahwa warisan leluhur Bali masih terus berdenyut.

Tinggalkan Balasan