Denpasar – Pertemuan antara Gubernur Bali, Wayan Koster, dan Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda, pada Sabtu (13/7), berlangsung santai namun sarat makna. Di sela dialog tentang potensi dan pembinaan daerah, Koster secara simbolis menyerahkan satu botol Arak Bali ke tangan gubernur perempuan pertama di Maluku Utara itu.

“Ini bukan sekadar oleh-oleh. Arak Bali adalah produk rakyat yang dulu dipinggirkan, tapi sekarang kami perjuangkan sebagai warisan budaya yang sah,” kata Koster sambil menyerahkan botol berlabel resmi itu.

Usai penyerahan, suasana semakin cair saat Koster mengajak Gubernur Sherly untuk bersulang secangkir kopi arak racikan khas Bali yang kini mulai naik kelas sebagai suguhan resmi. “Ini cara kami menikmati arak, hangat dan membumi,” ujar Koster sambil tersenyum.

Baca Juga  Pungutan Wisman Akan Dikelola Transparan

Dia kemudian menjelaskan bagaimana, selama bertahun-tahun, petani arak di Bali menghadapi stigma dan hambatan lantaran produksinya dianggap ilegal, banyak yang harus menghadapi razia, bahkan penangkapan. Namun di bawah kepemimpinannya, Pemerintah Provinsi Bali menetapkan regulasi untuk melegalkannya dan memberi panggung yang layak bagi pelaku usaha.

“Dulu warga selalu waspada saat membuat arak, ada razia dan konfrontasi hukum. Saya merasa itu tidak adil. Arak adalah warisan leluhur, jadi sejak awal saya ambil langkah untuk melindungi dan memberdayakan,” ujarnya tegas.

Gubernur Sherly Tjoanda menyambut hangat pemberian botol itu. Ia memutar botolnya, membaca labelnya dengan seksama, lalu menyampaikan rasa kagumnya.

“Saya sungguh terkesan. Arak Bali ini bukan sekadar minuman. Ini adalah produk budaya yang dibentuk secara bermartabat,” katanya. “Kami di Maluku Utara pun punya banyak produk fermentasi lokal tapi sering terhambat regulasi. Dari sini, saya dapat pelajaran tentang bagaimana membangun regulasi yang berpihak pada masyarakat kecil,” imbuhnya.

Baca Juga  Koster Ikhlas Dibully Demi Warisan Budaya Arak Bali Terkenal 

Sherly pun menyatakan keinginannya untuk meniru model Bali. “Di Maluku Utara, seperti saguer, kami punya bahan baku dan tradisi. Kita perlu pendampingan, regulasi, dan pendistribusian yang jelas agar bisa diakui secara sah,” ujarnya.

Untuk diketahui, sejak keluarnya Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali, keberadaan arak tradisional tak hanya diakui, tapi mulai menorehkan prestasi. UMKM arak kini punya izin resmi, beberapa menembus pasar nasional bahkan ekspor.