Pengusaha Rokok Elektrik Tanah Air Nyaris Gulung Tikar Akibat Naiknya Tarif Cukai
Denpasar – Kenaikan tarif cukai dalam beberapa tahun terakhir membuat para pengusaha rokok elektrik di Indonesia kian terjepit. Tak sedikit dari mereka yang mengaku nyaris gulung tikar akibat kebijakan yang dikeluarkan pemerintah ini.
Hal ini terungkap dalam diskusi publik bertajuk “Rokok Elektrik dalam Dua Lensa: Saatnya Fiskal dan Sains Bicara”, yang diselenggarakan Perkumpulan Produsen E-Liquid Indonesia (PPEI) di Pamela Super Lounge, Denpasar, Jumat (25/7/2025).
Ketua Umum PPEI, Daniel Boy mengaku ratusan produsen liquid vape yang tergabung dalam perkumpulannya mengalami kebangkrutan akibat kenaikan tarif cukai dalam tiga tahun terakhir.
“Dengan adanya kenaikan tarif cukai tiga tahun terakhir, dua kali kenaikan beruntun multi years 19,5 persen per tahunnya, ini membuat anggota kami yang tadinya ada 300 produsen lebih, sekarang tinggal 170. Artinya ada hampir separoh dari anggota kami yang tidak sanggup untuk membeli pita cukai untuk kemudian memproduksi e-liquid,” kata Boy.
Sementara itu, Boy mengungkapkan, ratusan industri liquid vape di Indonesia sejatinya menjadi penopang ekonomi bagi ribuan pekerja. Namun, imbas dari kenaikan tarif cukai membuat banyak dari mereka terpaksa kehilangan mata pencaharian.
“Bukan hanya menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, industri liquid vape juga memiliki perputaran ekonomi yang sangat signifikan,” ujarnya.
Bahkan, lanjut Boy, kontribusi industri ini terhadap pendapatan negara tak bisa dianggap remeh. Kata dia, setiap tahunnya, industri liquid vape menyumbang triliunan rupiah untuk APBN.
“Kalau industri liquid sendiri kurang lebih Rp5-6 Triliun, tapi kalau market secara keseluruhan termasuk rokok elektrik kurang lebih Rp8 Triliun,” jelasnya.
Di sisi lain, Boy juya tidak menampik dengan anggapan bahwa rokok elektrik memiliki dampak signifikan terhadap kesehatan. Namun ia menegaskan, pihaknya akan terus melakukan penelitian secara mendalam untuk mengurangi bahaya bagi pengguna rokok elektrik.
“Sebenarnya kalau misalkan daya rokok listrik itu kan karena memang minimnya edukasi atau minimnya informasi yang ada di Indonesia. Tapi hari ini kita juga sempat ada data juga bahwa memang rokok listrik itu lebih rendah risiko daripada rokok,” paparnya.
Dia menjelaskan, berdasarkan hasil penelitian laboratorium yang dilakukan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengenai kandungan zat berbahaya dalam rokok elektrik.
Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar zat toksik yang biasa ditemukan dalam rokok konvensional, seperti karbon monoksida, benzena, dan 1,3-butadiena, tidak terdeteksi dalam uap rokok elektrik.
Bahkan senyawa seperti formaldehida dan benzo[a]pyrene hanya ditemukan dalam kadar yang sangat rendah, jauh di bawah batas yang terdeteksi pada rokok biasa.
“Kalau misalkan yang kemarin banyak isu beredar bahwa rokok listrik lebih bahaya, kalau misalkan kita melihat dari jurnal-jurnal yang sudah ada, itu harusnya sudah tidak ada, sudah tidak berlaku,” tandasnya.
Reporter: Yulius N

Tinggalkan Balasan