Denpasar – Proses seleksi calon Rektor Universitas Hindu Indonesia (UNHI) Denpasar yang memasuki tahap akhir terus menuai beragam respons dari civitas akademika. Sejumlah pihak menilai mekanisme seleksi sudah berjalan sesuai statuta universitas, namun sebagian lainnya menyoroti kurangnya keterbukaan dalam penentuan tiga besar calon.

Salah satu kandidat yang tersingkir, Dr. Ir. I Wayan Jondra, M.Si., menyebut seleksi telah dilakukan sesuai aturan kampus. “Sudah berjalan sesuai statutanya. Kalau memang ada pihak yang merasa tidak fair, ya yang perlu diperbaiki adalah statuta, bukan panitia,” ujarnya, Senin (27/10/2025).

Ia menjelaskan bahwa tahapan seleksi memang menetapkan tiga besar calon sebelum debat publik. “Statutanya memang begitu, pansel tiga dulu baru debat. Jadi tahapan itu sudah benar panitianya,” tegasnya.
Meski demikian, Jondra mengaku baru mengetahui kriteria penilaian melalui pemberitaan media. “Saya baru tahu dari berita, ternyata ini kriteria yang diterapkan pansel,” ucapnya.

Baca Juga  Proses Seleksi Calon Rektor Berlangsung Profesional, UNHI Menuju Kampus Global Berlandaskan Dharma

Dosen muda UNHI, Fery Karyada, menilai seleksi kali ini justru yang paling terbuka dibanding periode sebelumnya. “Prosesnya paling panjang dan informasinya cukup terbuka. Penilaian akhir juga dilakukan secara demokratis sesuai indikator yang ditetapkan,” ujarnya.

Sementara dari sisi regulasi, Kepala LLDikti Wilayah VIII, Dr. I Gusti Lanang Bagus Eratodi, S.T., M.T., menegaskan bahwa mekanisme pemilihan pimpinan PTS sepenuhnya diatur statuta masing-masing. “Pemilihan pimpinan PTS tergantung isi dokumen statuta kampusnya,” singkatnya.

Namun di sisi lain, sejumlah akademisi dan alumni masih mempertanyakan transparansi seleksi. Dewa Putu Sudarsana, alumni sekaligus pendiri Fakultas Teknik UNHI, menilai keputusan pansel yang menyingkirkan tujuh kandidat sebelum debat publik menimbulkan tanda tanya besar.
“Keputusan itu terkesan tergesa dan menimbulkan pertanyaan soal dasar penilaian. Semua calon seharusnya diberi kesempatan tampil agar publik bisa menilai langsung,” ujarnya.

Baca Juga  Rektor UNHI Sebut Konsep Haluan 100 Tahun Bali Rancangan Koster Jadi Panduan Cetak SDM Unggul

Hal serupa disampaikan Prof. Dr. I Wayan Winaja, salah satu kandidat yang tersingkir. Ia menilai proses seleksi rawan subjektivitas. “Semua ditentukan panitia tanpa ukuran yang jelas, seolah berdasarkan faktor suka dan tidak suka,” katanya.
Prof. Winaja juga menyoroti pengalaman panitia seleksi yang dianggap belum memadai. “Lucu saja, yang menilai calon rektor malah sebagian besar belum pernah jadi rektor,” sentilnya.

Menanggapi hal itu, Ketua Panitia Seleksi Rektor UNHI, Prof. dr. I Wayan Wita, memastikan seluruh tahapan sudah sesuai prosedur. “Penilaian dilakukan dengan multi-metode, termasuk tes psikometrik dan studi kasus oleh pihak independen,” jelasnya.

Meski begitu, sejumlah pihak menilai klarifikasi tersebut belum cukup menjawab isu transparansi dan objektivitas dalam seleksi. Evaluasi terhadap substansi statuta dan tata kelola pansel pun dinilai perlu dilakukan agar proses pemilihan rektor berikutnya bisa lebih terbuka dan akuntabel.

Baca Juga  Proses Seleksi Calon Rektor Berlangsung Profesional, UNHI Menuju Kampus Global Berlandaskan Dharma