Giri Prasta Ajak Warga Sidan Tetap Guyub Menjaga Tradisi dan Warisan Leluhur
BADUNG – Wakil Gubernur Bali I Nyoman Giri Prasta meminta warga Desa Adat Sidan dan Desa Belok Sidan, Kabupaten Badung, selalu guyub dalam menjaga kelestarian tradisi dan adat istiadat Bali.
Hal tersebut disampaikan saat menghadiri upacara Nebes Ratu Tapakan di Pura Desa, Desa Adat Sidan, Desa Belok Sidan, Badung, Jumat (14/11/2025).
“Saya bersyukur warga di sini memiliki rasa solidaritas dan tanggung jawab terhadap keberlangsungan adat istiadat dan budaya yang ada sejak dahulu, yang diwariskan secara turun-temurun. Terlebih Desa Adat Sidan, khususnya Desa Belok Sidan, memiliki petapakan yang disungsung dan setiap enam (6) bulan sekali disucikan kembali secara berkesinambungan,” ujarnya.
Pada kesempatan itu, Giri Prasta yang didampingi Wakil Bupati Badung, Bagus Alit Sucipta, turut melaksanakan Upacara Nebes Ratu Tapakan sebagai simbol dimulainya perbaikan terhadap palinggihan (tempat Ida Betara berupa barong).
Sebanyak tujuh belas (17) barong akan diperbaiki dengan menggunakan dana hibah sebesar Rp1.376.580.000 dari Pemerintah Kabupaten Badung, setelah sebelumnya terakhir diperbaiki sekitar 15 tahun lalu.
Giri Prasta menyampaikan pesan agar warga setempat tetap guyud dan menjaga solidaritas, serta nilai gotong royong. Tidak lupa, ia juga menceritakan asal-usul keberadaan barong di Desa Adat Sidan.
Giri Prasta mengungkapkan, konon, Dewa Ciwa memiliki istri bernama Dewi Parwati yang ditugaskan mencari lembu putih. Untuk membantu istrinya, Dewa Ciwa menyamar menjadi rare angon
Singkat cerita, ketika menjalankan tugasnya, Dewi Parwati sempat membakar lontar tenung. Hal itu menyebabkan Desa Plaga tidak lagi memiliki balian (dukun sakti), melainkan barong merah. Lantaran membakar lontar tenung, Dewi Parwati kemudian dikutuk menjadi Dewi Durga.
Suatu ketika, Dewa Ciwa merindukan istrinya dan menyamar menjadi bairawi (barong merah). Pertemuan antara Dewa Ciwa dan Dewi Durga hingga kini ditandai melalui momen “ngereh” di setra.
“Setelah itu lahirlah empat anak: Kepah, Kepuh, Pule, dan Punyan Jaran. Punyan Jaran kini dikenal sebagai bunga jepun, sehingga setiap pura, merajan, atau tempat suci diwajibkan memiliki pohon jepun sebagai simbol manifestasi putra Dewa Ciwa dan Dewi Durga (Bairawi),” terangnya.

Tinggalkan Balasan