Denpasar – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bali bersama Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali mulai menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang perlindungan pantai dan sempadan pantai. Hal ini terungkap ketika Gubernur Bali, Wayan Koster menyampaikan penjelasan terkait Raperda perlindungan pantai dan sempadan pantai dalam sidang paripurna DPRD Bali, Senin (17/11/2025).

Koster menjelaskan, regulasi ini dibuat untuk melindungi pantai dan sempadan pantai bagi kepentingan upacara adat, sosial dan ekonomi masyarakat lokal.

“Bahwa pantai dan sempadan pantai di Provinsi Bali merupakan wilayah yang memiliki nilai religius dalam kehidupan masyarakat Bali, serta memiliki potensi sumber daya alam yang perlu kita lindungi untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat,” jelas Koster.

Baca Juga  Koster Torehkan Tinta Pengabdian di Pura Kawitan Kayuselem Songan

Selain itu, menurutnya, pantai dan sempadan pantai merupakan wilayah yang sangat strategis yang memiliki fungsi niskala-sekala. Dalam pelaksaannya, pantai dan sempadan pantai berfungsi sebagai ruang ritual, sekaligus sebagai ruang sosial, budaya dan ruang ekonomi masyarakat.

“Belakangan ini kita melihat bahwa fungsi pantai dan sempadan pantai sebagai ruang religius, ruang sosial, dan ruang ekonomi semakin mengalami tekanan pemanfaatannya sebagai ruang publik,” imbuhnya.

Koster bahkan mengatakan, masyarakat Bali sering mengalami kesulitan saat hendak mengadakan upacara adat atau ritual keagamaan di pantai. Menurutnya, ada pihak yang menutup akses dan melarang kegiatan upakara adat di pantai.

“Jadi, masyarakat yang mau ke pantai, mau segara kerthi, upakara segala macam, itu makin terbatas. Ada yang menutup akses, ada yang melarang aktivitas, atau bahkan ada yang melakukan aktivitas di pantai yang tidak semestinya. Padahal pada saat bersamaan ada upakara yang sangat penting,” paparnya.

Baca Juga  Ribuan Driver Pariwisata Kembali Gelar Aksi di DPRD Bali

Koster lantas menyinggung pengusaha hotel atau vila di sekitar pantai di Bali yang kerap bertindak seakan-akan memiliki kawasan pesisir itu tersebut. Padahal, dia melanjutkan, hanya posisi tempat usaha mereka yang berada di dekat pantai.

“Seakan-akan mereka yang membangun hotel, vila, di wilayah sekitarnya itu merasa dia punya pantai, punya laut, jadi mengatur-ngatur. Padahal itu mereka tidak beli laut, tidak beli pantai,” kata gubernur Bali dua periode itu.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, Koster menilai perlunya regulasi untuk melindungi pantai sebagai ruang kultural masyarakat Bali. “Ini sudah sangat dibutuhkan oleh masyarakat Bali,” pungkasnya.

 

Reporter: Yulius N