Denpasar – Panitia Khusus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (Pansus TRAP) DPRD Bali memanggil 13 pemilik unit usaha akomodasi pariwisata di kawasan budaya dunia Jatiluwih, Jumat (18/12/2025).

Pemanggilan ini merupakan langkah tindak lanjut dari inspeksi mendadak (sidak) awal Desember lalu, di mana ditemukan sejumlah bangunan komersial berdiri di atas Lahan Sawah Dilindungi (LSD).

Ketua Pansus TRAP DPRD Bali, I Made Supartha, menegaskan bahwa masalah ini bukan sekadar administrasi, melainkan pertaruhan reputasi Bali. Terlebih, Jatiluwih berstatus Warisan Budaya Dunia (WBD).

“Pelanggaran ini berpotensi serius. Jika integritas visual kawasan rusak dan keasliannya hilang, status Warisan Budaya Dunia bisa dicabut oleh UNESCO. Ini bukan hanya kerugian bagi petani, tetapi kerugian besar bagi citra pariwisata Bali,” ungkap Supartha saat memimpin rapat.

Baca Juga  346 Personel Kepolisian Kawal Aksi Damai FPDP Bali

Dalam pendalaman materi rapat, belasan akomodasi wisata tersebut dinilai melanggar Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Tabanan. Pembangunan fisik di area lanskap budaya tersebut dinilai telah mencederai prinsip pelestarian subak.

Adapun 13 usaha akomodasi yang dipanggil untuk dimintai klarifikasi antara lain Warung Metig Sari, Warung Anataloka, Warung Krisna D’Uma Jatiluwih, Warung Nyoman Tengox, Agrowisata Anggur, Cata Vaca Jatiluwih, Warung Wayan, Green e-bikes Jatiluwih, Warung Manik Luwih, Gong Jatiluwih, Villa Yeh Baat, Warung Manalagi, serta The Rustic (kini bernama Sunari Bali).

“Perlindungan kawasan ini adalah tanggung jawab moral kita kepada generasi mendatang dan komunitas internasional. Proses meraih pengakuan UNESCO itu butuh perjuangan panjang sejak 2012, jangan sampai hilang karena kita lalai menjaga,” imbuh Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Bali tersebut.

Baca Juga  Jadi Ketua DPRD Bali Sementara, Dewa Jack Ajak Ingat Kembali Tupoksi

Meski demikian, Supartha menyebut masih ada ruang terbatas untuk aktivitas ekonomi di kawasan tersebut.

Sesuai aturan, diperbolehkan adanya bangunan semi-permanen berukuran maksimal 3×6 meter yang difungsikan sebagai kios kecil untuk menjual produk lokal, seperti kopi atau jajanan Bali, tanpa merusak struktur sawah.

 

Reporter: Yulius N