Profesor Unud: Pariwisata Bali Terancam Maraknya Alih Fungsi Lahan
Denpasar – Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Udayana (Unud), Prof I Wayan Budiasa mengingatkan seluruh komponen masyarakat Bali agar berkontribusi terhadap pelestarian subak dengan pengendalian alih fungsi sawah.
Prof Wayan Budiasa mengatakan jika subak sebagai kawasan berkembang secara alami yang menjadi daya tarik alam tidak dilestarikan, tentu wisatawan tidak datang lagi dan pariwisata juga ikut terancam.
Hal tersebut ia sampaikan pada Focus Group Discussion (FGD) Revisi UU No 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) yang diselenggarakan di Aula Gedung Pasca Sarjana Unud, Selasa (6/2/2024).
“Saya sudah sampaikan kepada bapak dan ibu pejabat di tingkat kabupaten agar alih fungsi sawah dibatasi dan dikendalikan. Jika berbagai kawasan yang berkembang secara alami menjadi daya tarik wisata tanpa pengawasan dan pembatasan. Lama kelamaan sawahnya habis, subaknya hilang wisatawan tidak akan datang lagi ke kawasan itu,” tegas Prof. Wayan Budiasa.
Prof. Budiasa yang juga Direktur Pasca Sarjana Unud itu menyampaikan bahwa ada sejumlah kawasan di Bali Selatan yang sangat rentan subaknya punah akibat sawahnya habis dimanfaatkan untuk kepentingan akomodasi pariwisata, perubahan maupun infrastruktur.
“Misalnya di kawasan pesisir antara Kerobokan (Badung) dan Tanah Lot (Tabanan) saat ini berkembang sebagai DTW dan alih fungsi sawah tidak terkendali,” ungkapnya.
Koordinator SDGs Center LPPM Unud itu menyebut bahwa sawah yang dulunya menjadi daya tarik utama wisatawan datang malah dieksploitasi dan pariwisata berkelanjutan di Bali terancam.
“Mohon diingat bahwa pengembangan pariwisata tidak cukup dengan membangun hotel mewah dan mengunggulkan keindahan pantai semata. Jika sawah habis, dan subak hilang di kemudian hari baru menyesal,” ungkapnya.
Sementara Ketua Bappeda Bali I Wayan Wiasthana Ika Putra mengakui alih fungsi sawah tidak terkendali di kawasan Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan. Alasannya, kawasan ini banyak terdapat titik-titik pertumbuhan ekonomi sehingga banyak investor yang tertarik menanamkan modalnya.
“Ibarat kue, di kawasan ini rasanya sangat manis, sehingga banyak semut yang datang,” tutur birokrat itu menganalogikan.
Diakuinya, pemerintah selaku pemegang kebijakan tidak bisa serta merta melarang petani menjual lahan sawahnya karena kepemilikan sawah adalah pribadi. Pemprov Bali, lanjutnya, sudah melakukan upaya pencegahan dengan penetapan RTRW yang didalamnya mengatur kawasan PLP2B.
Reporter: Yulius N

Tinggalkan Balasan