Pro-Kontra Kasepekang di Bali
Denpasar – Sanksi adat Kasepekang atau Kanorayang kerap mengundang pro-kontra di masyarakat, menurut Kepala Dinas Pemajuan Masyarakat Adat I Gusti Agung Ketut Kartika Jaya Seputra menyebut sanksi kasepekang masih relevan di era sekarang.
“Sanksi adat kasepekang atau kanorayang masih relevan diberlakukan dan dicantumkan dalam awig-awig desa adat,” ujarnya, Rabu (6/3/24).
Lebih lanjut ia menyebut sanksi kasepekang atau kanorayang sebagai upaya untuk melakukan harmonisasi kepada alam.
“Pada prinsipnya sanksi adat sifatnya mengharmonisasi alam sakala-niskala agar terjadi keseimbangan dan pembinaan kepada krama desa adat,” sambungnya.
Menurutnya yang perlu dicermati oleh prajuru desa adat maupun kertha desa yakni pelaksanaan penjatuhan sanksi adat kasepekang atu korayang harus sesuai prosedur.
“Dalam kesempatan ini Tityang (saya,red) mengingatkan agar penjatuhan sanksi adat kasepekang dan kanorayang mengikuti mekanisme dan prosedur yang ada,” tegasnya.
“Jika mekanisme dan prosedur dalam penjatuhan sanksi adat tidak dilaksanakan maka penjatuhan sanksi adat tersebut menjadi cacat hukum,” pungkasnya.
Sementara itu, Praktisi Hukum Adat I Made Somya Putra MH menyebut kasus kasepekang kerap kali dijadikan sebagai alat untuk memberi makan ego dari pihak yang berselisih, hal tersebut disampaikan saat diwawancarai oleh awak media wacanabali.com.
“Karena faktor suka dan tidak suka kerap mendominasi dalam mengambil keputusan, hal inilah yang kerap kali dimanfaatkan sebagai alat oleh pihak yang berselisih,” ujarnya.
Lebih lanjut dijelaskan jika dalam pengambilan keputusan tersebut dilakukan dengan rasa ego oleh pemangku kebijakan, akan menjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
“Kasepekang bisa menjadi senjata oleh mereka yang memiliki kekuasaan di bidang itu, kalau itu dilakukan dengan kekuasaan yang dimilikinya akan terjadi pelanggaran HAM,” sambungnya.
Menurutnya di era sekarang kasepekang sudah tidak relevan lagi dilaksanakan, karena sering terjadi dalam pengambilan keputusannya mengedepankan emosi semata.
“Mengingat kasepekang yang sekarang lebih mengedepankan panca indria (kelima indra manusia) jadi jika hanya mendengar saja perbuatan buruk tersebut tanpa melihat yang pada dasarnya perbuatan buruk seseorang sering di nilai tanpa melihat sebab seseorang berbuat demikian,” tutupnya.
Reporter: Dewa Fathur

Tinggalkan Balasan