Nelayan dan Warga Bak Penyusup Jika Masuk Kawasan Pantai BTID di Serangan
Denpasar – Pulau Serangan kini seperti terbagi dua. Di satu sisi, ada wilayah yang tetap menjadi bagian dari NKRI, dengan akses pantai terbuka bagi masyarakat.
Di sisi lain, ada kawasan yang dikuasai PT Bali Turtle Island Development (BTID), di mana keberadaan pantai dan laut aturan mainnya berbeda, seolah-olah ada negara dalam negara yang beroperasi di atas tanah Indonesia.
Tampak jelas dan nyata ada pembatas akses pantai bisa dimanfaatkan masyarakat. Dari pintu masuk hingga setiap sudut Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kura Kura Bali yang menuju pantai dipasang pos keamanan.
Bahkan Nelayan Serangan yang melintas dikabarkan seakan-akan mereka adalah penyusup di tanah leluhur mereka sendiri. Dimintai kartu identitas dengan berbagai aturan bahkan sampai diberi rompi sebagai tanda jika melakukan kegiatan.
Seorang warga Serangan, Nyoman Wirata, mengungkapkan bahwa warga setempat tidak bisa lagi menikmati pantai yang dulu menjadi bagian dari kehidupan mereka.
“Sebagai warga Serangan, yang saya sampaikan ini kenyataan bahwa kami tidak bisa masuk ke sana, diblokir. Mau duduk-duduk di pantainya saja tidak boleh, pasti didatangi oleh satpam dan diusir,” ungkap Nyoman Wirata kepada wartawan di Serangan Denpasar Bali, Selasa (28/01/2025)
Bahkan untuk sekadar memancing di sekitar batu grib (tumpukan batu pembatas yang dibuat PT BTID), warga tetap dilarang.
Keadaan senada juga disampaikan Wayan Kerman yang sudah menjadi nelayan di Pulau Serangan sejak tahun 1984 ikut memberi pengakuan. Kerman mengaku hadirnya PT BTID di Pulau Serangan mempersulit nelayan, ruang gerak mereka sangat terbatas untuk mendapat penghasilan.
Dia berharap pihaknya bisa mendapatkan kembali hak mereka sebagai nelayan seperti dulu.
“Harapan saya agar pantai ini dikembalikan seperti semula, bagaimana Pulau Serangan yang dulu, itu dikembalikan. Mudah-mudahan bisa dikembalikan seperti dulu,” tandas Kerman penuh harap.

Tinggalkan Balasan