Jawa Barat – Pemerintah Provinsi Jawa Barat mulai menunjukkan keseriusannya dalam menjajaki pembangunan pusat kebudayaan berskala besar, terinspirasi dari terobosan visioner Gubernur Bali, Wayan Koster, yang sukses menyulap lahan tak produktif di Klungkung menjadi Pusat Kebudayaan Bali (PKB). Proyek prestisius yang kini menjadi sorotan nasional.

Gagasan ini mengemuka seiring dengan meningkatnya aspirasi publik yang mendorong Jawa Barat agar tidak tertinggal dalam mengangkat martabat budaya lokal ke panggung dunia.

Sebuah video yang kini ramai dibagikan di media sosial memperlihatkan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, tengah menerima masukan dari seorang tamu yang mengusulkan agar Jawa Barat meniru langkah strategis Bali.

“Di Bali sudah ada pusat kebudayaan yang dibangun besar-besaran. Saya kira Jawa Barat perlu bikin pusat kebudayaan,” ujar tamu tersebut dalam video yang beredar luas di media sosial Kamis (15/5).

Baca Juga  Kepemimpinan Koster dan Dedi: Beda Gaya, Sama Progresif Jaga Martabat Daerah

Usulan itu bukan tanpa dasar. PKB Klungkung yang dibangun di atas lahan seluas 334 hektare telah dirancang sebagai kawasan budaya terintegrasi menggabungkan seni pertunjukan, museum, fasilitas riset, hingga ruang terbuka hijau. Proyek ini diperkirakan menyerap hingga 10.000 tenaga kerja, sekaligus ditargetkan menjadi ikon global dan penggerak utama ekonomi kreatif Bali.

Jawa Barat sendiri memiliki potensi budaya yang tak kalah kaya, dari seni tari dan musik tradisional Sunda, arsitektur khas, hingga kuliner dan kriya yang telah menembus pasar internasional. Transformasi lahan tidur menjadi pusat kebudayaan diyakini dapat menjadi langkah strategis untuk memperkuat identitas daerah, meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan menciptakan ruang kreatif baru bagi generasi muda.

Baca Juga  Kepemimpinan Koster dan Dedi: Beda Gaya, Sama Progresif Jaga Martabat Daerah

Dukungan publik agar Jawa Barat mengikuti jejak Gubernur Koster bukan sekadar bentuk apresiasi, tetapi juga peringatan. Jika tak segera bergerak, Jabar berisiko tertinggal dalam perlombaan membangun kejayaan budaya di tingkat nasional maupun global.

Kini bola ada di tangan Dedi Mulyadi. Akankah ia menjawab tantangan sejarah ini, atau membiarkan momentum emas itu berlalu begitu saja?