Korupsi APD Covid, Setelah Datangi DPR RI Anggas Beberkan 3 Bukti Kuat Guncang Demer
Denpasar – Tekanan terhadap aparat penegak hukum agar menetapkan Gede Sumarjaya Linggih alias Demer sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) Covid-19 terus bergulir.
Setelah mendatangi Gedung DPR RI dan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), pelapor kasus ini, I Gede Anggas, membeberkan tiga bukti kuat yang dinilainya cukup untuk mengguncang posisi Demer yang disinyalir cuci tangan.
“Senin kemarin, saya kembali mendatangi Gedung DPR RI untuk menindaklanjuti surat pengaduan yang sudah saya kirim. Suratnya ditujukan langsung kepada Ketua DPR RI dan telah masuk ke sistem tata usaha. Saya diminta datang kembali tiga hari kemudian, dan disposisinya dijanjikan keluar dalam dua minggu,” ujar Anggas kepada wartawan di Denpasar, Selasa ( 27/05/2025)
Selain kordinasi ke tata usaha DPR, Anggas menyebut laporan serupa juga telah disampaikan ke MKD lengkap dengan bukti-bukti hukum. “Ini sebagai bentuk keseriusan. Saya tidak hanya melempar isu, tapi membawa bukti formal,” tegasnya.
Anggas kemudian membeberkan tiga alat bukti utama yang menurutnya memperkuat dugaan keterlibatan Demer dalam kasus Korupsi APD Covid-19 yang sidangnya sedang berlangsung menyeret direktur PT Energi Kita Indonesia (EKI) sebagai terdakwa.
Pertama, fakta persidangan menunjukkan PT EKI perusahaan tempat Demer menjabat sebagai komisaris menerima dana proyek APD tanpa dokumen resmi seperti surat pesanan, izin penyalur alat kesehatan (IPAK), maupun kelayakan harga. “Ini jelas merugikan negara dan melanggar aturan pengadaan,” kata Anggas.
Kedua, Demer juga diduga merangkap jabatan, sebagai komisaris PT EKI sejak 20 Maret 2020, sementara saat yang sama menjabat Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, yang membidangi urusan BUMN dan perdagangan. “ Bukti kedua Ini bentuk konflik kepentingan yang bertentangan dengan UU,” ujarnya.
Ketiga, Anggas menilai adanya upaya menghapus jejak. Demer mengundurkan diri sebagai komisaris pada Juni 2020, lalu digantikan oleh anaknya, yang kini menjabat Wakil Ketua Komisi II DPRD Bali. “Nama keduanya hilang dari akta perusahaan pada 2021. Ini mengindikasikan upaya sistematis cuci tangan,” ungkapnya.
Anggas juga menanggapi klaim Demer yang menyatakan tidak mengetahui proyek tersebut. “Kalau tidak tahu, kenapa namanya tercatat sebagai komisaris aktif saat proyek diterima? Ini bukan kebetulan, tapi desain sistematis,” tegasnya.
“Direksi perusahaannya sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Kalau komisaris bilang tidak tahu-menahu, itu tidak logis. Sekarang tinggal penegak hukum, berani atau tidak menetapkan tersangka?” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa langkahnya murni sebagai pelapor, bukan sebagai politisi. “Saya hanya mengawal proses hukum menyangkut dana publik,” tandasnya.
Anggas berharap penegakan hukum berjalan adil dan objektif. “Kalau dua alat bukti sudah cukup untuk menetapkan tersangka, maka ini bahkan sudah tiga. Jangan sampai hukum tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas,” tutup Anggas.
Bantahan Demer terkait Tuduhan Korupsi
Sebelumnya saat dikonfirmasi awak media, terkait keterlibatan Gede Sumarjaya Linggih (GSL) alias Demer dalam kasus korupsi pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) di Kementerian Kesehatan tahun 2020 seperti yang dituduhkan Gede Angastia ia menyampaikan bantahannya melalui pesan WhatsApp, Jumat (21/3/2025).
“Pasca-beredar secara luas pemberitaan terkait pemanggilan dirinya sebagai saksi di KPK, dan oleh seseorang yang katanya mempunyai jiwa idealisme diungkapkan secara masif dan terus menerus dari sebelum pileg sampai sekarang di beberapa media termasuk podcast, bahkan ada gerakan demo di kantor KPK yang dalam beberapa kali dikoordinir oleh orang yang sama dengan tujuan memaksakan pendapatnya dapat diterima oleh KPK,” ungkapnya.
Demer mempertanyakan maksud dan tujuan tertentu dari pihak lain di balik permasalahan yang menuding dirinya terlibat dalam kasus tersebut.
“Pertanyaannya, apakah gerakan tersebut murni karena idealisme atau karena ada kepentingan politis? Namun demikian apapun alasannya semua saya ucapkan terima kasih, dan silahkan publik menilainya, apakah memang gerakan tersebut murni atau ada kepentingan tertentu. Apapun itu saya mendoakan semoga Tuhan memberikan balasan sesuai dengan maksud dan tujuannya,” tandas GSL.
Dalam kesempatan itu GSL pun berdalih bahwa dirinya hanya 3 bulan menjadi salah satu komisaris di perusahaan tersebut dan perusahan dimaksud peruntukannya untuk mendirikan pabrik pipa dan sekaligus pemasarannya. GSL juga mengaku tidak pernah mengetahui bahwa kemudian perusahaan tersebut dipergunakan untuk usaha pengadaan APD, dan hal ini sudah dirinya sampaikan secara gamblang kepada penyidik KPK.
Reporter: Irawan

Tinggalkan Balasan