ForWaras Kecam Pernyataan Rasis Pejabat Publik soal Demonstran di Bali
Denpasar – Forum Warga Setara (ForWaras) mengecam pernyataan pejabat publik di Bali terkait anggapan bahwa aspirasi yang disampaikan masyarakat yang terjadi belakangan ini adalah upaya memecah solidaritas.
Sebagaimana diketahui, aksi tersebut berlangsung pada Sabtu, 30 Agustus 2025.
Pihak ForWaras Nyoman Mardika menekankan, masyarakat berhak kritis dan menyampaikan aspirasinya.
Ia menyebutkan, aksi yang terjadi belakangan ini bukan tanpa alasan tetapi dilatarbelakangi oleh kekecewaan masyarakat terhadap tingginya tunjangan DPR, arogansi anggotanya, hingga kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat.
Mardika juga menyesalkan pernyataan-pernyataan pejabat publik yang cenderung rasis, seperti mempersoalkan apakah massa yang ikut aksi adalah orang Bali atau bukan tinimbang membahas alasan mengapa aksi tersebut bisa terjadi.
Ia menegaskan, pernyataan-pernyataan rasis bertentangan dengan nilai Pancasila, merusak kebhinekaan, melanggar prinsip kesetaraan, berpotensi menyebabkan konflik horizontal, serta mengalihkan isu dari tuntutan sebenarnya.
“Pernyataan rasis para pejabat publik tersebut merupakan tindakan diskriminasi yang dilarang dalam UU No. 40 Tahun 2008, yakni perbuatan yang berkenaan dengan segala bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan pada ras dan etnis, yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan, atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya,” bebernya saat menggelar konferensi pers di Kantor LBH Bali, Selasa (2/9/25).
Ia menambahkan, pernyataan yang berupaya memisahkan masyarakat Bali dari politik dan kebebasan sipil bersifat ahistoris. Mardika menyinggung sejarah perjuangan rakyat Bali melawan ketidakadilan, mulai dari Puputan Badung (1906), Puputan Klungkung (1908), hingga Puputan Margarana (1946), yang menunjukkan keberanian masyarakat Bali dalam menegakkan keadilan.
“Pernyataan itu melecehkan daya pikir kritis masyarakat Bali,” tegasnya.
Atas dasar itu, ForWaras menyampaikan sikap sebagai berikut:
Mengecam tindakan para pejabat publik di Bali yang mengeluarkan pernyataan rasis yang memecah belah, serta mendesak pejabat dan tokoh publik untuk menghentikan praktik diskriminasi dan stigmatisasi terhadap demonstran;
Mendesak Kompolnas dan Propam POLRI melakukan pemeriksaan terhadap Karo Ops Polda Bali dan jajaran personel kepolisian dalam penanganan aksi demonstrasi, serta menjatuhkan/merekomendasikan sanksi atas tindakan diskriminatif personel yang diperiksa dan pemecatan terhadap Karo Ops Polda Bali atas pernyataannya;
Meminta Ombudsman RI dan Kantor Perwakilannya melakukan pemeriksaan maladministrasi kepada Gubernur Bali dan Karo Ops Polda Bali atas pernyataan keduanya;
Pemerintah dan DPR bertanggung jawab terhadap situasi dengan mendengar tuntutan rakyat, jamin hak kebebasan menyampaikan pendapat dari setiap warga negara, dan menghentikan segala bentuk sikap anti kritik dan kebijakan yang menyengsarakan rakyat;
Rakyat Bali dan rakyat di seluruh Indonesia harus memperkuat solidaritas untuk melawan rasisme dan segala bentuk politik pecah belah.
“Kami percaya bahwa perjuangan rakyat tidak mengenal sekat identitas maupun daerah. Suara rakyat adalah suara keadilan. Melawan rasisme berarti melawan penindasan dalam segala bentuknya,” tutup Mardika.

Tinggalkan Balasan