Denpasar – Warga Desa Adat Jimbaran mengadukan PT Jimbaran Hijau ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bali, Rabu (5/11/2025). Pengaduan itu dilakukan lantaran PT Jimbaran Hijau mempersulit akses menuju pura yang berada di kawasan perusahaan tersebut.

Jero Bandesa Desa Adat Jimbaran, I Gusti Made Rai Dirga Putra Arsana mengatakan, selama ini warganya harus izin terlebih dahulu sebelum sembayang di pura tersebut.

“Izin dulu ke PT (Jimbaran Hijau), kemudian kalau misalkan tidak ada petugas yang pegang kunci, yang pegang kunci gemboknya di portal itu ya nggak bisa masuk. Nah itu yang terjadi,” ungkap Gusti Made Rai saat pertemuan dengan Pansus DPRD Bali.

Gusti Made Rai menjelaskan, pihaknya pernah mengadukan perkara ini kepada perusahaan. Akan tetapi, pihak perusahaan mengaku tidak pernah menghalangi warga bersembahyang.

Baca Juga  Pemprov Bali Beri Masukan untuk Ranperda Layanan Angkutan Pariwisata Berbasis Aplikasi

“Tapi faktanya jalannya dirusak, di depan dipasangkan portal, dikunci dan seterusnya. Jadi harus izin. Ini kan sangat aneh kita mau sembayang kok izinnya kepada orang. Ini agak aneh juga gitu,” tandas Gusti Made Rai.

Lebih lanjut, ia mengaku peristiwa ini telah terjadi medio 2010-an atau sudah 15 tahun lalu. Masyarakat Desa Adat Jimbaran yang mulai kehilangan kesabaran akhirnya memberanikan diri melaporkan kasus ini kepada berbagai pihak. Terlebih pasca keluarnya Paruman pada 2014 lalu, dimana pejabat dilarang menandatangani perpanjangan SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangunan).

“Dan seharusnya kalau tanah itu diserahkan 1994, SHGB itu berakhir 2019. Setelah 2019 lah kami mencoba berkirim surat ke Jimbaran Hijau dan seterusnya, tetapi responnya memang tidak pernah ada kami diberikan apapun terkait dengan perizinan,” jelas Gusti Made Rai.

Baca Juga  Gus Yesa "Blak-blakan" Tantang Gek Diah Debat Terbuka

Lebih jauh, Gusti Made Rai menipis rumor yang menyatakan bahwa laporan ini lantaran harga tanah di Bali tengah mengalami kenaikan. Ia menegaskan, langkah ini murni untuk kepentingan krama desa.

“Bukan itu persoalannya karena SHGB-nya dulu dinyatakan oleh pengacaranya sendiri menyatakan dia pegang SHGB itu selama 25 tahun. Kalau kita hitung 1994 maka berakhirnya mesinnya 2019,” tegas Gusti Made Rai.

Ia menambahkan, “Kami di 2021 sudah mencoba menyurat itu karena saya baru menjabat di akhir 2020. Jadi sebetulnya bukan karena baru sekarang kita bertanya, tidak seperti itu.”

Gusti Made Dirga berharap, pemerintah bisa segera mengambil tindakan terkait status lahan yang kini dikuasai oleh PT Jimbaran Hijau tersebut. Apalagi, kata dia, masa berlaku SHGB telah habis.

Baca Juga  Pakai Nama Warga Lokal Berinvestasi, Suparta: Kebebasan Investor Asing Akan Dibatasi

“Sebetulnya SHGB yang tidak dilakukan tindakan perbaikan atau perubahan untuk peruntukan lahan itu, 3 tahun tidak digunakan atau ditelantarkan misalnya, sudah kembali kepada negara. Kan itu aturan pemerintah. Nah kami berharap negara segera hadir di wilayah negara ini untuk mengambil keputusan sesuai dengan aturan yang dibuat oleh negara,” timpal Gusti Made Rai.

 

Reporter: Yulius N