Jembrana – Gerakan Bali Bersih Sampah merupakan inisiatif kolaboratif Pemerintah Provinsi Bali untuk mengatasi masalah sampah melalui pengelolaan sampah berbasis sumber (PSBS) dan pembatasan penggunaan plastik sekali pakai.

Gerakan ini melibatkan seluruh elemen masyarakat, mulai dari pemerintah, masyarakat, desa adat, hingga pelaku usaha, dengan tujuan mengubah perilaku masyarakat agar lebih bertanggung jawab terhadap sampah serta menjadikan Bali sebagai destinasi wisata yang bersih dan lestari.

Hal itu disampaikan Duta Percepatan Penanganan Sampah Berbasis Sumber (PSBS) Provinsi Bali, Putri Suastini Koster, pada Sosialisasi Percepatan Pelaksanaan Pembatasan Penggunaan Plastik Sekali Pakai dan Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber di tiga kecamatan di Jembrana pada Rabu (26/11/2025).

Putri Koster menyampaikan bahwa Gerakan Bali Bersih Sampah menekankan bahwa penanganan sampah bukanlah tanggung jawab satu pihak, melainkan tanggung jawab bersama yang membutuhkan sinergi seluruh elemen masyarakat dan pemerintahan demi keberlanjutan lingkungan.

Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa selama ini masyarakat sering membakar sampah karena dianggap sebagai jalan pintas, namun kebiasaan ini berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan.

“Membakar sampah dapat menyebabkan polusi udara, risiko kesehatan seperti penyakit pernapasan, potensi kebakaran yang meluas, serta dapat dikenakan sanksi hukum berupa denda atau pidana. Sebaiknya, kelola sampah dengan cara memilah sampah organik dan anorganik, mengomposkan sampah organik, serta mendaur ulang sampah anorganik,” terangnya.

Baca Juga  Dukung Percepatan Pengelolaan Sampah, OPD Pemkot Denpasar Bangun Teba Modern di Halaman Kantor

Ia juga menegaskan bahwa Pemerintah Provinsi Bali telah memiliki kebijakan yang diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai. Kebijakan ini diperkuat oleh Pergub Bali Nomor 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber, serta berbagai Surat Edaran, termasuk SE Nomor 09 Tahun 2025 yang juga mengatur sanksi bagi pelanggar.

“Limbah plastik berbahaya karena mengandung bahan kimia beracun yang dapat mencemari lingkungan dan mengancam kesehatan manusia serta ekosistem,” ungkapnya.

Putri Koster kembali mengingatkan masyarakat agar tidak mengulangi kekeliruan pengelolaan seperti yang terjadi di TPA Suwung, Denpasar, selama puluhan tahun. Untuk itu, ia menyampaikan konsep pengolahan sampah langsung di sumber.

“Pengolahan sampah sejak dari tempat sampah dihasilkan, seperti rumah tangga, kantor, atau pasar, dilakukan dengan cara memilah dan mengolahnya langsung. Tujuannya adalah mengurangi volume sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA), serta mengubah sampah menjadi sumber daya yang bermanfaat,” tegasnya.

Ia juga menyampaikan konsep Teba Modern, inovasi pengolahan sampah organik berbasis rumah tangga yang memodifikasi konsep tradisional teba (lubang di belakang rumah) menjadi komposter yang diperkuat dengan beton dan dilengkapi penutup. Sistem ini bertujuan mengolah sampah organik seperti sisa makanan dan dedaunan menjadi pupuk kompos secara alami, sehingga mengurangi beban TPA.

Baca Juga  Dusun Tegeh Kori Kaja Luncurkan Teba Modern Jelang HUT RI ke-80, Targetkan 70 Persen Sampah Organik Terserap

“Saya mendorong masyarakat untuk memilah sampah dari sumbernya dan terlibat aktif dalam pengelolaan sampah,” imbuhnya.

Selain itu, Putri Koster mengajak masyarakat agar sampah yang dianggap masalah dapat diubah menjadi sesuatu yang bermanfaat, seperti produk bernilai ekonomi, energi, atau hal yang bermanfaat bagi lingkungan dan masyarakat.

Hal ini dapat dicapai dengan berbagai cara, seperti mengolah sampah organik menjadi kompos atau biogas, mendaur ulang sampah anorganik menjadi kerajinan atau bahan bangunan, serta menciptakan peluang usaha dan lapangan kerja dari pengelolaan sampah.

“Sampah organik diolah menjadi pupuk kompos yang berguna untuk menyuburkan tanah. Sampah kayu bisa digunakan sebagai kerajinan,” tutupnya.

Kepala Seksi Pemberdayaan Masyarakat Desa (Kasi PMD) Kecamatan Melaya, Putri Ricearlina, menyampaikan bahwa partisipasi aktif dari berbagai elemen masyarakat melalui institusi pemerintah, lembaga adat, serta institusi pendidikan seperti sekolah, sangat dibutuhkan untuk menyukseskan amanat ini.

Permasalahan penanganan sampah di Kecamatan Melaya meliputi meningkatnya jumlah penduduk sehingga meningkatkan volume sampah baik organik maupun anorganik. Selain itu, masih kurangnya komitmen masyarakat untuk memilah sampah secara mandiri dan berkelanjutan.

Baca Juga  Sekda Dewa Indra Ajak Kepala Perangkat Daerah Buat Teba Modern

“Masyarakat masih memanfaatkan lahan perkebunan di luar pekarangan rumah untuk menimbun sampah yang tidak terpilah, bahkan dibakar. Kurangnya sarana mobilitas pengangkutan sampah serta kebiasaan buruk masyarakat membuang sampah ke aliran sungai,” terangnya.

Keberadaan dan penerapan konsep Teba Modern telah dilaksanakan di masing-masing lokasi, yaitu 2 unit di Pemerintah Kecamatan, 13 unit di Pemerintah Desa Dinas, 37 unit di Desa Adat termasuk Banjar Adat, serta 59 unit di Banjar Dinas dan Lingkungan.

Pada fasilitas pendidikan terdapat 49 unit di Sekolah Dasar (SD), 12 unit di Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan 11 unit Teba Modern di Sekolah Menengah Atas dan Kejuruan (SMA/K).

Fasilitas dan program lingkungan lainnya telah tersedia, antara lain 18 unit Teba Modern yang tertata di pinggir jalan desa wilayah banjar, penyediaan Tong Sedekah Botol Plastik, 43 Tong Komposter Rumah Tangga untuk pembuatan pupuk organik cair, serta 1.340 bibit tanaman untuk mendukung ketahanan pangan dan penghijauan.

“Selain kegiatan pengelolaan sampah tersebut, beberapa kelompok penggiat sampah di Kelurahan Gilimanuk seperti Kelompok Bali Lestari, Kelompok Rela, dan Kelompok Suketeki mengolah sampah organik menjadi pupuk organik cair, pupuk kompos, media lahan ternak unggas, serta pemanfaatan limbah popok untuk media tanam,” imbuhnya.