Telikung Hasil Gelar Perkara Khusus, Unud Nekat Sertipikatkan Tanah Sengketa
Jro Komang Sutrisna (tengah) bersama kliennya Nyoman Suastika (kanan) saat melapor di Bareskrim Mabes Polri (Foto: ist)
Denpasar – Universitas Udayana (Unud) nekat mensertipikatkan tanah sengketa tanpa alas hak yang jelas. Ini menunjukkan kampus negeri terbesar di Bali ini tidak berhenti melakukan kontroversi setelah melakukan pengerukan dan melakukan pemagaran di tanah sengketa melawan seorang warga masyarakat Jimbaran atas nama I Nyoman Suastika. Pernyataan itu disampaikan kuasa hukum warga masyarakat, Jro Komang Sutrisna, di Denpasar, Rabu (10/8/2022).
Dengan dasar putusan Peninjauan Kembali (PK) No. 451 PK/2015 yang jelas melenceng dari fakta, terus merangsek agar Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Badung menerbitkan sertipikat atas nama Universitas Udayana.
Menurut Sutrisna, informasi tersebut didapat ketika pihaknya menanyakan ke Pihak BPN Badung. Untuk itu, pihak warga masyarakat segera melayangkan surat keberatan dan pemblokiran proses pensertipikatan tanah yang dilakukan oleh Unud, dengan dasar surat-surat kepemilikan Pipil 514, Persil 137, kelas V dengan SPPT Nomor 51.03.050.004-0003.0, atas nama I Rimpuh (alm) dengan ahli waris yang terletak di Jalan Uluwatu, Br. Mekar Sari Simpangan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung.
Pemohon, Nyoman Suastika juga melampirkan surat undangan Panitia ‘’A’’ Nomor: 1785/002-51.03.300/II/2015 tertanggal 24 Februari 2015; Surat Pengumuman Data Fisik dan Data Yuridis; Nomor: 286/Peng-1.03.300/III/2015, tanggal 06 Maret 2015; Surat Daftar Data Yuridis dan Data Fisik Bidang Tanah Lampiran Pengumuman; Nomor: 286/Peng-1.03.300/III/2015, tanggal 06 Maret 2015, yang telah pernah diterbitkan oleh BPN Badung, sebelum diganjal oleh Unud karena merasa memiliki dengan alas hak berupa surat pernyataan penyerahan aset yang kini diduga palsu dan sudah ditetapkan tersangkanya.
‘’Hasil gelar perkara khusus di Rowassidik Bareskrim Polri dan juga gelar di Kementrian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, tidak ada memerintahkan untuk segera menerbitkan sertifikat atas nama Universitas Udayana. Ini penyimpangan data dan cara-cara melawan hukum untuk menguasai hak atas tanah masyarakat. Cara-cara seperti ini, pasti kami lawan atas nama keadilan,’’ tegas Jro Sutrisna.
Untuk itu, kata Jro Sutrisna, pihaknya sudah mengirim surat kepada Kabareskrim Mabes Polri untuk memohon perlindungan hukum dan SP2HP atas gelar perkara yang telah dilaksanakan. Serta mohon Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, untuk memberikan atensi dan perlindungan hukum warga negara. Karena sudah ada penyimpangan hasil gelar.
Diungkapkan Jro Sutrisna, awalnya Universitas Udayana sudah melakukan upaya untuk menghentikan kasus pidana yang sedang berproses di Bareskrim Mabes Polri. Terhadap laporan I Nyoman Suastika tertanggal 15 September 2021 dengan Laporan Polisi Nomor: LP/B/0552/IX/2021/SPKT/BARESKRIM POLRI, tersebut, telah menetapkan mantan Rektor Universitas Udayana, Prof. I Made Bakta menjadi tersangka atas dugaan perbuatan melawan hukum sesuai dengan Pasal 263 ayat (2) KUHP tentang menggunakan surat palsu.
Dari surat yang diterima Jro Sutrisna, Universitas Udayana mengajukan Surat Pengaduan Masyarakat dari Prof. I Made Bakta, pada tanggal 31 Maret 2022 perihal peninjauan kembali gelar perkara penetapan tersangka. Permintaan peninjauan Kembali ini direspon Bareskrim Polri dengan menggelar Gelar Perkara Khusus yang dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 27 Juni 2022 di Ruang Gelar Perkara Rowassidik Bareskrim Polri, Gedung Bareskrim Polri lantai 10 Jakarta yang lalu.
Dalam gelar perkara khusus tersebut, ungkap Jro Sutrisna, dihadiri oleh:, Pengadu: Prof. Made Bakta dan kuasa hukumnya, Teradu: I Nyoman Suastika dan kuasa hukumnya, Penyidik Tipidum Bareskrim Polri, dan undangan pelaksanaan Gelar Khusus, yang terdiri perwira tinggi di lingkungan Mabes Polri. Dalam gelar dijelaskan bahwa penyidikan telah dimulai pada tanggal 15 November 2021 dengan Surat Perintah Penyidikan No. Sp. Sidik/1308.21 Subdit-I/XI/2021/Dit Tipidum.
Terhadap proses penyidikan telah menetapkan tersangka atas nama Prof. Dr. dr. I Made Bakta, Sp.PD (KHUM) setelah dilakukan gelar perkara pada hari Kamis, tanggal 10 Maret 2022 dengan hasil yaitu berdasarkan hasil penyidikan telah diperoleh 2 (dua) alat bukti yang sah dan didukung barang bukti dan menaikkan status Prof. Made Bakta dari saksi menjadi tersangka dugaan tindak pidana pemalsuan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat (2) KUHP.
Diungkapkan pula, pihak Unud menyatakan penetapan tersangka tidak sesuai dengan fakta dan bukti hukum. Prof. Bakta yang dijadikan tersangka tidak tahu menahu tentang surat palsu, karena saat proses hukum di pengadilan sebagai Rektor hanya mengetahui untuk menyelamatkan aset negara. Untuk itu, Prof. Bakta dan kuasa hukumnya mohon agar penetapan tersangka dicabut dan dibatalkan.
Sementara dari teradu yakni Nyoman Suastika menerangkan bahwa Dasar Unud untuk menguasai tanah sengketa adalah Peninjauan Kembali (PK) No. 451 PK/PDT/2015, tanggal 24 Pebruari 2016. Padahal kemenangan PK Unud atas tanah sengketa tidak berdasarkan fakta berdasar hukum yakni: 1. Unud tidak memiliki sertipikat; 2. Tanah sengketa bukan tanah negara; 3. Di atas tanah sengketa tidak ada bangunan. Namun, tiga hal tersebut disebutkan dimiliki Unud dalam PK 451.
Jro Sutrisna juga mengungkapkan, bahwa dalam Surat Pernyataan Penyerahan yang dijadikan alas hak kepemilikan dari tahun 1982/1983, berdasarkan tanah negara. Sedangkan keterangan dari Jro Bendesa Jimbaran dan Lurah Jimbaran, bahwa tanah sengketa bukan tanah negara. Tapi berstatus tanah Hak Milik Adat yang telah diserahkan kepada masyarakat. Mengenai luas juga terungkap, dalam surat pernyataan penyerahan hak milik yang diduga palsu ini, disebutkan luas tanah Unud yakni 8640 m2, sementara tanah sesuai dengan Pipil 514, Persil 137, kelas V dengan SPPT Nomor 51.03.050.004-0003.0, atas nama I Rimpuh (alm) dengan ahli waris I Nyoman Suastika yang terletak di Jalan Uluwatu, Br. Mekar Sari Simpangan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, luasnya adalah 27.600 m2.
‘’Data-data valid tersebut, terungkap dalam gelar perkara di Rowassidik Bareskrim Polri. Dengan demikian, pimpinan gelar menyimpulkan Unud tidak memiliki sertipikat atas tanah sengketa, di atas tanah sengketa bukan tanah negara dan tidak ada bangunan. Luas tanah yang diklaim Unud berdasarkan Surat Pernyataan Penyerahan yang dimiliki Unud, tidak sesuai dengan fakta dan bukti yang dimiliki Teradu (Nyoman Swastika). Dan upaya penguasaan lahan di tanah sengketa tidak berdasar alas hak yang jelas,’’ terang Jro Sutrisna.
Setelah gelar perkara khusus di Rowassidik Bareskrim Polri, tambah Jro Sutrisna, pada Hari Selasa, tanggal 28 Juni 2022 dilaksanakan gelar perkara di Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Republik Indonesia di Jakarta. Penyidik Tipidum Bareskrim Polri mengungkapkan hasil gelar sebelumnya dan di Kemenko Polhukam menyimpulkan dan merekomendasi antara lain: proses hukum pidana akan tetap berjalan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku; tanah hak masyarakat dikembalikan kepada masyarakat secara patut; segera dibentuk tim khusus atau tim 9 untuk penyelesaian pensertipikatan tanah kepada masyarakat.
Jro Sutrisna menegaskan, upaya pensertipikatan tanah yang dilakukan Universitas Udayana saat ini, tidak sesuai dengan hasil gelar perkara khusus di Mabes Polri dan juga gelar perkara di Kemenko Polhukam. Dimana tanah hak masyarakat akan dikembalikan sesuai dengan haknya, tetapi tidak dilaksanakan dengan konsekuen. Tim 9 (Sembilan) yang akan dibentuk belum terwujud dan turun lapangan, namun upaya pensertipikatan tanah yang dilakukan Universitas Udayana terkesan dipaksakan dan bersifat sangat arogan, dengan menghilangkan hak-hak tanah masyarakat.
‘’Jelas hal tersebut sebagai suatu pembohongan kepada publik dan juga perbuatan melawan hukum untuk menguasai tanah warga masyarakat. Kami akan tidak tinggal diam terhadap upaya-upaya melawan hukum ini,’’ pungkas Jro Sutrisna. (WB/301/rl)

Tinggalkan Balasan